Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 248 Pernikahan Di Atas Kertas

Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya.

Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas, Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini

Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 248


Tanpa terasa pernikahan tiara dan farel terisa tiga hari lagi. Tini bahagia akhirnya tiara menemukan kebahagiaan nya.

Sedangkan dewi dan bian setelah hari di mana farel memutuskan untuk menikah, mereka berdua pun memutuskan untuk tinggal sendiri, dan keesokan hari keduanya pindah ke mansion yang sudah di sedia kan bian dari jauh hari, tepatnya sebelum menikah.

Saat itu sebenarnya bian ingin langsung mengajak dewi tinggal di mansion setelah menikah, tapi karena mommy melarang akhirnya dia tak jadi dan mengikuti kemauan mommy.

Tapi sekarang tidak ada alasan lagi untuk mommy melarang. Kemarin alasan mommy hanya satu kesepian tak punya teman ngobrol.

Dewi sudah dua minggu bermain di apartemen tiara, semenjak dokter mengatakan dirinya hamil, bian tak mengizinkan lagi untuk bekerja.

Dan semenjak dewi berhenti bekerja, bian tidak berniat mencari sekretaris baru.

"Tin, kamu kenapa gak lamar kerja? gak bosan apa di apartemen mulu?" tanya Dewi melirik tini yang sibuk dengan ponsel di genggaman nya.

"Bosan sih pasti, tapi untuk sekarang aku ingin bebas dulu setelah kak tiara nikah baru deh aku cari kerja," jawab Tini sudah memikirkan semua dengan matang.

"Nah kalau begitu, bagaimana kalau nanti kamu kerja di perusahaan Bian, semenjak aku berhenti posisi ku belum juga ada yang ngisi," kata Dewi.

"Apa suami kak Dewi setuju? aku gak mau merepotkan suami kakak."

"Jangan khawatir suami ku akan setuju, kalau gitu Dil ya setelah tiara nikah kamu kerja menggantikan posisi ku."

"Iya, makasih kak atas kebaikan nya aku senang bisa mengenal kakak."

"Sama-sama, kamu pantas dapat yang terbaik, kamu lulusan luar negeri, udah gitu beasiswa pula aku yakin jika kamu gabung, perusahaan akan makin berkembang."

"Kakak bisa aja, tapi aku gak punya pengalaman apa-apa. Apa itu gak akan repotin suami kakak nanti?" tanya Tini khawatir akan jadi masalah jika potensi kerja nya buruk.

"Tenang saja, aku akan mengajari mu nanti," jawab Dewi menenangkan tini agar tidak cemas.

Dewi terdiam menatap tini, entah kenapa dia merasa tini perempuan yang cocok untuk bian menggantikan dirinya.

Hati nya sedikit sakit harus melakukan ini, tapi dia tak memiliki cara lain semua yang di lakukan terpaksa dan hanya untuk kebahagiaan bian.

Dewi tidak ingin bian sedih jika dia pergi nanti.

"Hanya ini yang bisa aku perbuat, mendekat kan kalian," batin Dewi.

"Kak Dewi kenapa? apa ada yang aneh di wajah ku?" tanya Tini binggung melihat Dewi diam menatap nya.

"Ah, tidak. Itu, aku baru mengingat sesuatu seperti nya aku melupakan hal yang sangat penting, apa kamu bisa menolong ku?"

"Bisa kak, emangnya apa yang bisa aku bantu?"

"Sebelum nya makasih maaf kalau ngerepotin kamu, tapi aku benar-benar lupa dan gak bisa pergi, kehamilan ku ini membuat ku menjadi malas."

"Iya kak gak perlu sungkan selagi aku bisa tolong kenapa gak aku tolong, ngitung-ngitung kumpul pahala bantuin orang," balas Tini yang mana membuat dewi tersenyum dengan jawaban tini, keyakinan nya semakin besar untuk menyatu keduanya.

"Aku tidak salah lagi tini perempuan yang cocok yang aku cari untuk mendampingi bian," batin Dewi.

"Terimakasih kamu perempuan baik, pantas tiara sangat menyayangi mu, ternyata adik nya ini memiliki hati yang baik dan juga wajah yang cantik," ucap Dewi jujur.

Tiara yang baru tiba di antara dewi dan tini duduk ngobrol tanpa menyadari kehadiran nya berjalan dan duduk di samping mereka.

"Ngobrol apa sih kalian, seperti nya serius banget," ucap Tiara penasaran dengan pembicaraan sahabat nya dan juga adik kecil nya.

"Ini Ra, aku minta tolong sama tini gapapa ya?aku benar-benar lupa, aku juga gak tau kenapa semenjak hamil ingatan ku begitu menipis," kata Dewi sambil mengelus perut rata nya.

Kata dokter kandungan nya sudah memasuki empat bulan, tapi karena sedikit bermasalah dalam kehamilan nya ini perut nya tak terlihat besar dan tidak ada gejala yang di rasakan, sehingga dia tidak sadar sedang mengandung saat itu.

"Aku gak masalah tanyakan saja pada tini," balas Tiara.

"Tini sudah setuju Ra, ini juga sekarang tini mau pergi tapi keburu kamu datang."

"Oh gitu, ya sudah dek langsung pergi saja biar cepat selesai urusan nya dan kamu juga bisa cepat balik," kata Tiara menatap sang adik.

"Iya Kak, aku berangkat sekarang. Assalamu'alaikum," salam Tini pamit beranjak pergi dari ruangan.

Dalam perjalanan tini hanya diam sambil memainkan ponsel di tangan nya. Tini sesekali tersenyum sendiri entah apa yang membuat nya seperti orang gila tersebut hanya dia sendiri yang tau.

Beberapa menit kemudian taksi yang di tumpangi tini tiba di area restoran.

"Pak tunggu sini sebentar ya, saya ke dalam tidak lama hanya ingin memesan makanan saja," kata Tini sebelum pergi meninggalkan pak sopir.

"Baik Nona."

Setelah memesan makanan, tini duduk menunggu.

Tak lama kemudian pesanan nya pun tiba dan dia segera bayar lalu meninggalkan restoran dan kembali masuk ke dalam taksi.

"Ayo jalan Pak," perintah Tini saat tiba.

Di kantor bian kerepotan semenjak Dewi berhenti, kerjaan nya menjadi tidak terurus semua meeting menjadi berantakan.

Dan sekarang bian sedang mencari file meeting yang akan di adakan satu jam lagi, tapi hingga sekarang dia belum juga menemukan file tersebut, mana masih ada dokumen yang harus di kerjakan pula untuk menyerahkan pada klien hari ini.

Entah kenapa otaknya akhir-akhir ini menjadi lelet.

"Rasanya seperti ini tidak ada dewi di sisi ku, apa sebaiknya aku rekrut saja pengawai? tapi aku tidak ingin posisi dewi tergantikan, tapi aku juga sangat membutuhkan sekretaris baru," ucap Bian bertanya-tanya pada dirinya pusing menentukan pilihan apa yang harus di putuskan.

Kepala rasanya ingin pecah melihat banyak dokumen berserakan di meja.

Tok ... tok ... tok ....

"Masuk!" teriak Bian dari dalam.

"Maaf Pak menganggu."

Mendengar suara seseorang yang tak asing menurut nya, seketika bian menoleh.

"Kamu? sedang apa di sini? siapa yang mengizinkan mu masuk ke ruang saya?" tanya Bian menatap tajam wanita tersebut.

Tini yang mendapat tatapan tajam dan perkataan tak bersahabat keluar dari mulut bian menelan kasar saliva.

"Mengantar makanan untuk bapak," jawab Tini.

"Siapa yang meminta mu membawakan makanan untuk saya? sekarang pergi lah dari sini, saya tidak ingin di ganggu kerjaan saya masih banyak," usir Bian menunjukkan pintu keluar.

"Bapak tenang dulu kenapa selalu dingin pada saya? niat saya kesini juga tidak buruk, dan bukan sengaja, saya kesini atas permintaan kak dewi meminta saya membawa makanan untuk bapak, dan kalau bukan permintaan kak dewi saya juga tidak akan kemari," balas Tini tidak kalah tegas dari bian.

"Istri saya yang meminta mu ke sini? kenapa saya tidak tahu itu?" tanya Bian binggung karena tak mendapat kabar apapun dari dewi.

"Jangan tanyakan itu pada saya, tanyakan saja pada kak dewi karena saya tak tau dan tak mau tau, tujuan saya hanya satu mengantar makanan dan tugas selesai," jawab Tini.

Bian tak membalas perkataan tini, entah kenapa dia tidak menyukai wanita di depan nya ini, melihat penampilan tini yang tomboy membuat nya yakin tini bukan wanita baik, jika perempuan baik tidak mungkin berpakaian seperti ini.

Ini bukan kali pertama bian bertemu tini tapi sudah berkali-kali setiap dia mengantar dewi ke apartemen tiara.

Pertemuan mereka berkali-kali bian tak pernah berbicara dengan tini dan ini adalah yang pertama.

Bian menghubungi dewi.

Setelah berbicara dengan dewi di sebrang telpon, mendengar semua perkataan panjang lebar akhirnya bian pasrah mengikuti permintaan dewi.

Dia tak ingin membuat dewi sedih, karena itu akan sangat berpengaruh pada kesehatan dewi dan juga kandungan nya.

"Letakkan makanan nya di situ," perintah Bian.

"Iya," Tini meletakkan makanan yang di pesan tadi di meja dan saat ingin beranjak pergi dari sini suara bian mencegah nya.

"Tunggu."

"Kenapa? tugas saya sudah selesai dan sekarang saya akan pergi tidak akan menganggu waktu kerja bapak," kata Tini tanpa menoleh.

"Jangan geer kamu, saya juga malas menahan kamu tetap berada di sini, tapi saya terpaksa melakukan ini tidak ada pilihan lain lagi."

"Ya sudah kalau bapak malas tidak usah di paksa, kalau gak ada pilihan lain itu masalah bapak bukan masalah saya, bye," balas Tini melanjutkan langkah untuk pergi meninggalkan ruangan bian yang menurut nya pria tersebut sangat menyebalkan.

Tini tidak ingin berlama-lama bersama bian, pria itu sangat kasar tidak seperti apa yang di bayangkan sebelum nya.

Namun baru beberapa langkah, tini kembali berhenti karena suara bian yang kali ini lebih tinggi.

"Apa kamu tidak dengar barusan saya bilang apa? bukannya kamu berkata pada istri saya ingin kerja, sekarang tunjukkan kemampuan mu itu saya ingin melihat nya," ujar Bian menatap punggung belakang tini yang membelakangi nya.

Tini terdiam memikirkan sesuatu, otaknya masih belum bisa mencerna dengan baik perkataan bian barusan, bukannya tadi pria tersebut sangat ingin dia pergi, lalu apa sekarang? apa dia tak salah dengar?

Lamunan Tini seketika terhenti karena pria tersebut menyadarkan nya.

"Kenapa kamu diam? masih tetap ingin pergi? ya silakan saya tidak akan memaksa lagi karena saya sudah menahan mu, jadi jika istri saya bertanya saya akan berkata kamu menolak nya," lanjut Bian lalu berbalik kembali mencari file dokumen nya.

"Tidak Pak, saya akan tetap disini. Apa yang harus saya lakukan sekarang?" tanya Tini cepat terpaksa.

Dia melakukan itu bukan karena tidak mampu mendapat pekerjaan, tapi dia hanya tidak ingin mengecewakan dewi.

"Hufft ... aku terpaksa menerima ini jika bukan karena kak dewi tidak mungkin aku bekerja dengan pria sepertinya. Kak dewi benar-benar perempuan ajaib bisa bertahan dan hidup bersama pria seperti nya," batin Tini binggung kekuatan ajaib apa saja yang dimiliki dewi hingga dapat membuat pria seperti bian tunduk dan patuh padanya………(Bersambung  Bab 249)

 

 

DAFTAR ISI BAB NOVEL

Posting Komentar untuk "Bab 248 Pernikahan Di Atas Kertas "