Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 246 Pernikahan Di Atas Kertas

Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya.

Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas, Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini

Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 246


Dewi telah tersadar dari pingsan nya, dan bian pria berstatus suami nya itu selalu siaga berada di samping dewi tanpa ingin meninggalkan nya seorang diri.

"Sayang, bagaimana keadaan kamu sekarang? apa yang kamu rasakan, pusing, mual, lapar atau apa? katakan saja biar aku panggilkan dokter untuk mengecek keadaan mu?" ucap Bian menggenggam erat tangan dewi.

"Aku tidak apa-apa jangan mencemaskan aku seperti itu Yan, aku merasa seperti menderita penyakit berbahaya saja," balas Dewi melihat wajah Bian begitu khawatir.

"Bagaimana aku tidak cemas, kamu mendadak pingsan padahal pergi tadi semua baik-baik saja."

"Aku juga gak tau Yan, tadi kepala ku mendadak pusing dan semua yang berada di sekeliling ku terasa pudar gak jelas, lama kelamaan penglihatan ku semakin gelap dan aku tidak tau lagi apa yang terjadi setelah itu," jelas Dewi dengan apa yang di alami dan di ingat.

Dewi mencoba mengingat kejadian tadi, tapi dia tak juga mengingat apapun.

"Ya sudah tidak apa-apa sekarang aku akan selalu menjaga mu, mulai besok kamu istirahat lah di mansion tak perlu bekerja lagi, aku tidak ingin kamu kelelahan dan jatuh pingsan seperti ini," ucap Bian yang mana membuat dewi bingung apa kaitan pingsan dan tidak bekerja.

Menyadari tatapan sang istri penuh tanda tanya menatap nya, bian akhirnya menjelaskan seperti apa yang di katakan dokter padanya.

Dewi begitu bahagia, saking bahagia nya dia menangis tidak menyangka impian nya menjadi seorang istri seutuhnya kenyataan.

"Yan kamu serius kan? tidak sedang membohongi ku kan?"

"Tidak sayang aku serius sekarang kamu hamil, impian kamu menjadi kenyataan. Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang mama dan aku papa," jawab Bian bahagia memeluk dewi.

"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah akhirnya impian ku menjadi kenyataan. Aku hamil dan akan menjadi seorang ibu seperti perempuan di luar sana," kata Dewi.

"Sekarang kita ke ruang dokter nila mengecek kehamilan mu," ajak Bian.

Satu jam sudah bian dan dewi berada di ruang dokter nila, wajah ceria yang di pancarkan tadi seketika hilang.

Wajah bian dan dewi keduanya terlihat murung, kesedihan menyelimuti hati masing-masing.

Dewi tak bisa berpikir apapun saat ini, hati dan pikiran begitu rapuh dengan pernyataan dokter.

"Wi, sebaiknya kamu ikuti saran dokter henti kan kehamilan mu ini. Aku tidak ingin kehilangan kamu, untuk anak tidak perlu kamu pikirkan kita bisa adopsi. Bukan nya itu sama saja kita akan tetap memiliki anak meski itu bukan dari rahim kamu," bujuk Bian tidak ingin kehamilan dewi merenggut nyawa nya.

"Tidak Yan aku akan tetap mempertahankan anak ini apapun terjadi meski nyawa ku taruhannya. Stop membujuk ku karena sampai kapanpun itu aku tidak akan pernah melakukan. Ini adalah impian ku, dan sekarang aku di beri kesempatan kenapa harus menyiakan kesempatan ini yang mungkin tidak akan pernah aku rasakan lagi ke depan nya. Aku mohon Yan dukung aku bukan membujuk ku untuk membunuh anak kita, anak kita berhak hidup meski nanti aku yang harus pergi demi hadir nya anak ini di dunia," balas Dewi tak ingin menghentikan kehamilan nya apapun bujukan bian.

"Kenapa kamu keras kepala seperti ini Wi? aku bingung apa yang ada di otak mu sekarang? apa dulu mama ngidam kamu makan batu sehingga kamu keras kepala sudah sama dengan batu?" kata Bian kesal dengan dewi begitu keras kepala.

Sudah berbagai cara bujukan ia lakukan, tapi dewi tetap tidak berubah pikiran, dia masih bertahan dengan pendirian nya mempertahankan kehamilan yang bermasalah itu.

"Terserah apa kata mu Yan, aku akan tetap melahirkan anak ku, jika kamu tak ingin kehadiran anak ini tidak masalah aku tidak peduli," ucap Dewi berlalu meninggalkan bian.

Bian memandang kepergian sang istri hanya bisa menghela nafas panjang, sifat keras kepala dewi kembali muncul saat pertama kali ia bertemu.

...*******...

Di sisi lain seorang wanita cantik sudah tiba di airport, penampilan nya begitu berubah drastis dari penampilan dulu.

Kedatangan ke Indonesia adalah kejutan yang akan dia berikan pada sang kakak.

"Indonesia aku kembali, bunda, ayah, tini pulang untuk kalian, tini ingin membalas semua pengorbanan dan kerja keras yang sudah kakak berikan untuk ku," batin Tini.

Wanita itu berjalan dengan satu tangan menarik koper. Banyak orang berlalu lalang di sekeliling nya, penampilan tini juga sudah menyerupai orang LN, bukan asli Indonesia lagi.

Bagaimana tidak? rambut tini kini sudah panjang dan di warnai warna kuning.

Rambut nya di gerai begitu saja, membiarkan angin meniupkan kesana kemari.

Tini menggunakan celana jeans panjang berwarna hitam, baju lengan pendek dan jaket sengaja tidak dia pakai, tapi di ikat di pinggang nya.

Tini memberhentikan taksi, dan meminta pak sopir mengantar nya sesuai alamat yang di ada di ponsel nya.

Tini kini telah tiba di apartemen tiara, dia berjalan dengan menarik koper dan semua pasang mata menatap aneh padanya.

Sejujurnya tini risih dengan tatapan tajam orang yang berada di sini, tapi apa yang bisa di perbuat itu adalah hak mereka ingin menatap siapapun yang mereka suka.

Tini terus berjalan, langkah kaki nya berhenti di depan pintu apartemen nomor 017.

"Nah ketemu juga, ternyata tidak sulit menemukan letak apartemen kakak. Oh Tuhan terimakasih ternyata setelah kepergian ku kehidupan kakak ku berubah drastis," gumam Tini tersenyum tipis lalu memencet bel.

Berulang kali tini memencet bel, tapi tak juga terbuka.

"Kakak di mana sih? masa hari libur gini gak ada di apartemen? gak tau apa adik cantik nya datang," ucap Tini sedikit kesal.

Tiara yang sejak tadi ingin menghentikan permainan ranjang tidak di beri izin oleh farel.

Pria itu terus menggempur tubuh nya.

"Sayang henti kan, itu ada orang di luar dari tadi terus membunyikan bel," kata Tiara benar-benar tidak memiliki tenaga lagi menghentikan farel selain memberi perhatian pada pria tersebut yang terus menjamah dengan semangat.

"Biarkan saja sayang, lupakan siapapun itu. Aku masih ingin, jangan melupakan janji mu tadi membuat ku puas," ucap Farel mengingat tiara.

"Aku tidak melupakan itu, tapi sekarang di depan ada orang, bagaimana jika orang di depan itu utusan dari kantor ada sesuatu yang penting ingin mereka bahas dengan ku."

"Tidak sayang jika perkataan mu itu benar itu salah mereka kenapa datang di hari libur, jika mereka ingin membahas kerjakan kan, bisa tunggu besok bukan sekarang. Pokoknya aku tetap tidak mengizinkan."

"Sayang, please mengertilah aku rasa ini sangat penting jika tidak orang itu tidak akan memencet bel berulang kali," jelas Tiara menatap farel dengan tatapan memohon.

Farel tidak bisa jika tiara sudah menunjukkan tatapan memohon seperti itu sehingga dengan sangat terpaksa dia menghentikan permainan nya.

"Baiklah, tunggu aku akan menemani mu melihat siapa pengganggu itu, jika pria akan ku hajar, jika perempuan .... "

"Kenapa jika perempuan apa ingin kamu ajak tempur di ranjang seperti melakukan dengan ku?" ucap cepat Tiara menatap tajam farel.

"Sayang mana mungkin aku bisa melakukan itu dengan wanita lain, sedangkan aku hanya mencintai satu wanita dia sekarang berada di hadapan ku."

"Awas kalau bohong, tuh burung aku cincang jadiin makanan macan tutul sekalian."

"Jangan dong nanti kamu tidak ada teman ranjang yang bisa puaskan kamu seperti yang ku lakukan," balas Farel santai.

"Bodoh amat awas saja jika berani macam-macam gak hanya aku cincang, aku juga akan pergi dari hidup mu dan gak akan kembali," ancam Tiara serius lalu bangkit meraih pakaian nya, saat ingin di kenakan pakaian itu sudah di rebut farel.

"Kenapa mengancam ku seperti itu sayang? apa kamu cemburu? takut kehilangan suami tampan mu ini?" tanya Farel menaik turunkan alis menggoda tiara.

Kedua lengan tangan nya melingkar lekat di pinggang tiara dan wajahnya mendekat ke wajah tiara.

"Kamu bukan suami ku gak usah ngaku yang enggak-enggak, cepat lepaskan kasihan orang di depan nunggu lama."

"Tapi kegiatan kita seminggu ini sudah seperti suami istri sayang, dari tinggal bersama, melakukan hubungan intim, mandi bersama, bahkan semua yang berada di tubuh mu semua aku hafal. Apa lagi yang tidak mengarah kita bukan suami istri jika semua yang seharusnya di lakukan suami istri sudah kita lakukan?" tanya Farel yang mana membuat tiara terdiam tidak tau harus menjawab apa.

Semua yang di katakan farel memang benar, tidak ada satu hal yang tidak mereka lakukan selama tinggal bersama.

Bahkan setiap pulang kerja mereka selalu melakukan adegan panas, meski itu di kamar, kamar mandi maupun di sofa ruang tengah.

Waktu yang mereka gunakan hanya bercinta. Sehingga tubuh tiara selalu di warnai tanda merah di mana-mana.

Leher tiara tidak pernah absen dengan tanda kepemilikan.

"Benar begitu sayang? meski sekarang kamu belum ingin menikah, tapi aku sudah menganggap mu istri ku karena hubungan kita sudah lebih dari sepasang kekasih, hubungan kita sudah begitu dalam, aku tidak peduli apapun kata orang di luar sana, kamu bukan lagi Tiara Anatasya Amzan, tapi kamu adalah Tiara Farel Damatianis Adijaya," tegas Farel menatap lekat wajah tiara lalu menempelkan bibir nya di bibir nya tiara.

Farel meng**sap bibi tiara cukup lama hingga wanita itu kehabisan oksigen.

Tiara memukul dada farel. Kedua saat ini masih polos tanpa sehelai benang.

"Maaf sayang aku terlalu semangat sehingga melupakan istri ku ini kehabisan oksigen," ucap Farel dengan wajah santai tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Semangat sih boleh saja, tapi gak gini juga, ini namanya kamu ingin membunuh ku secara tidak sengaja," balas Tiara menghirup banyak pasokan oksigen.

"Berikan pakaian ku sekarang, atau kamu ingin aku keluar dengan keadaan seperti ini?" lanjut Tiara menakuti farel yang dia yakin tidak mungkin pria itu membiarkan hal itu terjadi.

"Tidak, aku tidak akan biarkan seorang pun melihat milik ku meski itu sehelai pun," jawab Farel cepat lalu dia sendiri yang memakaikan pakaian ke tubuh tiara.

Setelah keduanya sama-sama sudah menggunakan pakaian, mereka keluar dari kamar.

Keadaan tiara masih begitu berantakan tanda kemerahan berkeliaran di mana-mana dan bibir tiara tanpa wanita itu sadari sedikit bengkak karena farel meng**sap seperti permen.

Cekrek...

Deg....

Deg....

Deg....

"Dek."

"Kakak."

Tini menatap kaget melihat seorang pria di belakang kakaknya memeluk posesif.

"Dek kamu jangan salah paham dulu kakak bisa jelaskan, tapi tidak disini sekarang ayo masuk dulu," ajak Tiara yakin adiknya ini pasti berpikir buruk mengenai nya.

"Jelaskan apa kak? aku sudah melihat di dengan mata kepala ku apa lagi yang ingin kakak jelaskan? apa sebuah kebohongan? aku benar-benar tidak menyangka kakak bisa melakukan hal nekat ini? kemana janji kakak sama bunda dan ayah? dan ini kenapa banyak tanda merah di sekujur tubuh kakak? apa kalian berdua sering melakukan ini? sudah berapa lama kakak berhubungan dengan pria ini?" tanya Tini sejenak berhenti menatap wajah pria di belakang kakak nya seperti tak asing.

"Tunggu ... tunggu ... pria ini kenapa aku merasa pernah melihat sebelum nya. Ah, iya aku ingat sekarang dia adalah pria yang pernah kakak ajak ke rumah dulu yang katanya bos kakak di tempat kerja, lalu kenapa dia berada di sini sekarang? bukan nya kakak tidak lagi bekerja di tempat nya? jawab kak jangan diam seperti ini? aku butuh penjelasan!" teriak Tini benar-benar kecewa dengan kakaknya yang dulu selalu dia bangga kan ternyata sama dengan perempuan di luar sana.

"Dek kakak akan jelaskan tapi tidak di sini, ayo masuk kakak akan cerita kan semua di dalam," bujuk Tiara.

Tiara mencoba meraih tangan tini, tapi tiara menghindar.

Tiara sedih melihat adiknya bersikap dingin padanya.

"Kenapa masih diam, apa tidak jadi menjelaskan?" tanya Tini.

Tiara berbalik berjalan duluan berdampingan dengan farel yang tidak juga melepaskan genggaman tangannya. Tini melihat tangan pria tersebut menggenggam erat tangan kakak nya tiara menjadi muak.

"Sejauh apa hubungan kakak sama pria ini? tadi bibir kakak sedikit bengkak, leher dan lengan kakak juta banyak tanda merah sebenarnya apa saja yang mereka lakukan? apa hubungan mereka sudah sejauh," batin Tini dengan cepat menggelengkan kepala tidak ingin berpikir jauh ke arah sana.

"Tapi bagaimana jika semua yang ku pikirkan ini benar, kakak sudah sejauh itu? ayah bunda, apa yang harus tini perbuat sekarang?" lanjut Tini membatin sedih bercampur kecewa.

Mereka sudah duduk, dan belum ada yang membuka suara untuk menceritakan kejadian sebenarnya.

Tini memandang kedua orang di hadapan nya itu dengan tatapan tanya kapan ingin memulai.

"Apa kita akan seperti ini? jelaskan sekarang sudah sejauh apa kakak sama pria ini? apa kakak sudah melakukan hubungan terlarang itu?" tanya Tini to the point tanpa berbelit-belit langsung ke inti pertanyaan yang terus mengganggu otaknya.

"Maaf Dek," ucap Tiara tidak tau harus memulai dari mana selain dari kata maaf, kepala nya tak berani menatap sang adik yang sangat kecewa dengan nya.

"Ja-di ka-kak su-dah me-la-ku-kan ha-l men-ji-jik-kan i-tu?" kaget Tini terbata-bata tidak tau harus bagaimana lagi dalam bersikap mengetahui kenyataan ini………(Bersambung  Bab 247)

 

 

DAFTAR ISI BAB NOVEL

Posting Komentar untuk "Bab 246 Pernikahan Di Atas Kertas "