Bab 226 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 226
![]() |
Sepanjang perjalanan pulang dari kantor, tak ada percakapan
antara kedua nya, semenjak kejadian perihal pertanyaan yang di tanyakan arka.
Aqila tak tau apa yang harus di perbuat, dia benar-benar
belum sanggup melakukan nya.
Aqila lebih memilih diam tak berbicara sepatah kata dari
pada merusak keadaan yang sudah kacau semakin kacau.
Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, tak ada salah
satu dari mereka berinisiatif membuka suara duluan.
Masing-masing dari mereka sama-sama memiliki ego yang
tinggi, hingga tiba di mansion pun tetap sama.
Aqila keluar lebih dulu, dan di susul arka di belakang.
"Nona sudah pulang?" tanya art.
"Iya, bi. Kakek mana kok gak kelihatan?" tanya
aqila tak melihat tanda- tanda keberadaan kakek.
"Kakek sedang pergi bersama pak toni, nona."
"Dari tadi atau?"
"Tidak, baru sekitar 30 menit yang lalu."
"Oh gitu ya sudah bibi bisa kembali." ucap aqila
mengakhiri sesi tanya jawab nya.
Aqila memandang kepergian arka melintasi nya begitu saja.
Dia masih tak bergerak, dari posisi nya.
Dada nya terasa sesak melihat sikap arka sekarang begitu
dingin padanya, perubahan arka yang mendadak berubah membuat hati nya sakit.
"Huftt... apa ini yang kamu katakan cinta Ar? ini bukan
cinta, kenapa kamu tidak bisa mengerti posisi ku sekarang? apa kamu sangat
menginginkan nya hingga jawaban ku membuat mu kecewa seperti ini, kenapa tidak
kamu katakan saja, jangan diam seperti ini." lirih aqila sedih.
Aqila memilih menenangkan pikiran di taman belakang.
Di taman belakang, aqila duduk termenung mata nya sudah tak
bisa berpura-pura tegar dengan keadaan yang tak pernah di sukai.
Butiran bening pun kini berhasil lolos membasahi wajah
cantik nya.
Kepala aqila mendadak terasa sakit tidak seperti biasa.
"Kepala ku, auwh..." memengang kuat kepala nya
terasa ingin pecah.
"Kenapa sakit sekali."
Aqila berusaha bangkit untuk mengambil obat nya, namun tubuh
nya tak bisa berdiri, kepala terasa amat pusing hingga akhir terjatuh.
"Auwh... sakit... sakit.... "
Bibi yang tak sengaja lewat di tempat keberadaan aqila
sekarang, begitu kaget melihat majikannya terpapar tak berdaya.
"Nona." teriak nya khawatir berlari cepat
menghampiri majikan nya.
"Bi, kepala saya sakit bi.... " aduh aqila tak
kuat dan tangisan terus bercucuran keluar.
"Nona harus kuat, bibi akan panggil tuan." ucap
bibi buru-buru meninggal aqila yang terpapar lemas menahan kesakitan.
Tok... tok... tok...
"Tuan... tuan.... " panggil bibi terus mengetuk
pintu semakin lama semakin kuat ketukan nya.
Cekrek....
"Ada apa Bi?" tanya arka merasa terganggu hingga
membuka pintu.
"Nona tuan, nona." ucap bibi khawatir, hingga tak
tau cara mengatakan hal yang benar.
"Kenapa dengan aqila? katakan yang jelas? jangan
seperti ini." mendadak perasaan arka menjadi tak karuan mendengar nama
istri nya di sebut.
Arka takut jika terjadi hal yang tak di inginkan pada aqila.
Wajahnya mulai panik melihat bibi tak kunjung berbicara dan
hanya menunjukkan kecemasan, otaknya sudah berpikir yang tidak-tidak mengenai
aqila.
"Di mana istri saya?" tanya arka.
"Di taman belakang tuan, no_"
Arka langsung terobos pergi begitu saja tanpa ingin
mendengar lanjutan perkataan bibi.
"Qila." kaget arka melihat sang istri tak berdaya
dan terus menjerit kesakitan memengang kepala nya.
"Ar, kepala ku sakit... auwh... sakit Ar.... "
Aqila terus menjerit.
"Kamu harus kuat sayang, kita akan ke rumah sakit,
bertahanlah." cemas arka menggendong aqila ala bridel style.
Di rumah sakit aqila langsung mendapatkan penanganan utama,
dan arka bolak-balik menunggu kabar dari dokter yang menangani sang istri di
dalam.
Penampilan nya begitu berantakan saat ini, pria itu menyesal
sudah bersikap acuh pada aqila.
Tidak seharusnya dia melakukan hal tersebut,
"Maafkan aku qila, semua ini karena aku yang jahat
hingga membuat mu seperti sekarang ini." gumam arka menyesal.
Tak lama kemudian, dokter keluar.
"Bagaimana keadaan istri saya dok? dia baik-baik saja
kan, tidak ada masalah serius kan? jawab dok, jangan diam seperti ini."
desak arka khawatir melempar tubian pertanyaan.
"Bapak tenang dulu, saya akan menjawab satu
persatu." kata dokter.
"Bagaimana saya bisa tenang jika istri saya kesakitan
seperti ini dok, cepat katakan. "
"Saya tidak akan berkata apapun hingga bapak
tenang."
"Kau!" geram Arka kemudian mencoba untuk menahan
amarah agar tidak meledak menimbulkan keributan.
"Baiklah, cepat katakan sekarang." perintah Arka
dengan nada suara tak seperti awal marah dan mendesak.
Arka menggengam erat jemari tangan aqila penuh penyesalan
teramat besar dari lubuk hati nya.
Penjelasan dokter tadi menjadi satu pukulan terbesar membuat
nya merasa bersalah.
"Sayang, bangun lah. Aku minta maaf, aku sangat
mencintaimu, aku berjanji tidak akan memaksa kehendak ku lagi." ucap Arka
mengusap punggung tangan aqila lembut.
"Ar." panggil kecil aqila.
Wanita itu sudah sadar, dan kepala nya sudah tak merasa
sakit kembali.
Melihat Arka duduk di samping ranjang dengan terus
menggenggam erat tangan nya, senyuman kecil pun terukir di ujung sudut bibir
nya.
"Sayang kamu sudah sadar, maafkan aku, aku menyesal
sudah mengacuhkan kamu seperti tadi. Aku janji tidak akan mengulangi lagi, tapi
kamu juga harus berjanji tidak membuat ku khawatir seperti ini lagi." ucap
Arka menatap serius aqila yang menanggapi dengan senyuman melihat kekhawatiran
Arka pada nya.
"Kenapa tersenyum? aku serius qila, aku tidak ingin kamu
sampai terluka seperti tadi, rasanya aku ingin bertukar posisi melihat jeritan
kesakitan mu itu." serius Arka.
"Iya, Ar. Maaf sudah membuat mu khawatir dan cemas
seperti ini, apa sekarang kamu tidak marah padaku lagi?" tanya aqila
memastikan.
"Tidak, seharusnya aku yang minta maaf, sifat ku yang
marah tidak jelas ini sudah sangat kekanakan. Apa kamu bisa memaafkan suami mu
yang bodoh dan egois ini?" tanya Arka serius menyesali perbuatannya.
"Ar, semua ini tidak sepenuhnya salah kamu, tapi juga
aku sebagai istri belum bisa melakukan tugas mu." lirih aqila.
"Tidak sayang, ini salah ku yang tidak sabar menunggu,
tapi sekarang aku sudah memutuskan untuk tidak melakukannya hingga kamu
benar-benar pulih." ujar Arka.
Dari raut wajah dalam perkataan nya tidak ada kebohongan
sama sekali. Dan aqila dapat melihat itu dari mata arka.
"Terimakasih sudah mengerti aku sejauh ini."
Aqila terdiam sejenak dan merasa semua ini tidak adil untuk
arka, jika ingatan nya tidak pernah kembali, apa yang harus dia lakukan.
Apa sebaiknya dia harus mencoba untuk menerima atau tidak
sama sekali, semua pertanyaan kini menjadi satu membuat otaknya hampir pecah,
di tengah keraguan kebimbangan hati antara satu dengan yang lain.
"Tidak, aku masih belum bisa sekarang, maafkan aku Ar.
Aku bukan istri yang baik untuk mu." batin aqila menangis sedih………(Bersambung
Bab 227)
Posting Komentar untuk "Bab 226 Pernikahan Di Atas Kertas "