Bab 163 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 163
![]() |
Tiara duduk termenung di kursi meja rias. Mengingat kejadian
di mansion aqila tadi, ada sedikit rasa kagum pada pria berstatus suami aqila
begitu besar cinta pada istri, hingga tidak banyak berkata saat aqila sudah
menegaskan.
Bayangan kehidupan rumah tangga aqila seperti hantu terus
melintasi benaknya.
"Pikir apa sih aku, ayo sadar dari khayalan mu tiara.
Jangan mengharapkan sesuatu yang sulit untuk di gapai." Menyadarkan diri
sendiri agar tidak jauh dalam berhalusinasi.
Tiara tidak ingin harapan nya semakin tinggi dan akan
menyakiti diri sendiri.
"Kakak." Panggil seseorang dari balik pintu kamar
tiara.
"Iya, masuk aja dek, kakak gak kunci kok." Sahut
tiara dengan suara lebih keras dari biasanya.
Cekrek...
"Apa aku mengganggu kakak?" Tanya sang adik
sebelum menyampaikan tujuan kedatangannya.
"Tidak, kakak sedang santai sekarang. Emangnya kenapa,
apa ada hal penting?" Pandang tiara pada perempuan cantik di depannya ini.
"Iya Kak." Jawab gadis tersebut terdiam sejenak
dengan kepala menunduk kebawah ragu.
Melihat sikap aneh tidak biasa dari adik tercinta dan
satu-satunya keluarga yang di punya. Tiara menyakinkan sang adik agar tidak
ragu untuk menyampaikan apa yang di rasakan.
Apapun yang ingin di katakan, katakan saja karena ia akan
mendengar.
"Dek, katakan saja. Kakak janji apapun itu yang keluar
dari mulut kamu, kakak gak akan marah atau menolak. Bukannya kamu tau bertahan
nya kakak sampai saat ini hanya karena kamu, kamu adalah satu-satu keluarga
yang kakak punya sekarang." Jujur tiara.
"Tadi di sekolah, guru meminta untuk membeli buku paket
dan uang nya harus di kumpulkan lusa di bendahara, atau tidak bisa mengikuti
ujian sama sekali."
"Cuman itu?" Memastikan tiara menatap sang adik
yang langsung menaikan kepala menatap tak percaya dengan pertanyaan tiara.
Pikir nya tiara akan keberatan karena baru pagi tadi
mengeluarkan uang untuk membayar uang sekolah dan sekarang harus mengeluarkan
lagi. Tanggal tua seperti ini dari mana sang kakak memiliki uang.
Dia merasa menjadi beban sang kakak, padahal ia sudah
berkata untuk berhenti sekolah karena tidak ingin terlalu merepotkan tiara.
Tapi hanya tolakan dan ceramah panjang yang di dapatkan.
"Iya, emangnya kakak masih memiliki uang, setelah tadi
membayar uang sekolah ku? maafkan, aku sudah membebani kakak. Aku tidak ingin
kakak pinjam lagi, sudah cukup banyak kakak berkorban untukku, gapapa jika
harus berhenti sekolah, asal kakak gak menderita terlalu memikirkan ku."
Sedih Tini tidak tega melihat sosok kakak yang berpura-pura tegar, tapi sesungguhnya
memiliki banyak rahasia yang di sembunyikan.
Tini mengetahui setiap malam kakaknya menangis mengadu
kehidupan yang mereka alami.
"Jangan berkata seperti itu dek, untuk apa kakak
bekerja selama ini jika bukan untuk mu. Jika kamu masih terus mengungkit ini
jangan lagi menganggap aku kakakmu, aku tidak ingin punya adik yang mudah
menyerah dan tidak menghargai setiap kerja keras kakak untuk nya." Sindir
tiara sengaja agar sang adik sadar.
Dan sesuai dengan dugaan tiara, kini sang adik telah
tersadar, bercucuran air mata terus berjatuhan dari pelupuk mata tanpa henti.
Tini tidak bermaksud sang kakak kecewa, tapi jika tiara terus berkorban untuk
nya, ia akan merasa seperti benalu.
"Maafkan, aku Kak. Hiks... hiks...." Tangis Tini
dan tiara langsung menarik sang adik masuk ke dalam pelukan.
"Kakak akan maafkan, asal kamu harus tetap semangat
meraih cita-cita kamu. Untuk urusan biaya jangan di pikirkan, biar itu jadi
urusan kakak. Tugas kamu hanya belajar dan belajar tidak lebih." Tegas
tiara.
"Iya, Kak. Aku janji akan semangat dan tidak akan
mengecewakan mu, kelak menjadi wanita karir seperti mu dan tidak merepotkan mu
lagi." Janji Tini penuh keyakinan terpancar dari setiap tekanan kata
keluar dari bibir nya.
Tiara tersenyum bahagia mendengar tekad orang tersayang nya.
Inilah yang ingin selalu ia lihat dari sang adik, semangat.
Tiara melepaskan pelukan Tini dan menatap tajam wanita di
depan nya ini."Sekarang kamu kembali ke kamar dan besok pagi kakak akan
kasih uang untuk membayar buku paket mu." Kata Tiara entah dari mana akan
mendapatkan uang itu akan di pikirkan setelah kepergian Tini dari kamarnya.
"Baiklah, jangan memaksa dirimu, Kak. Jika belum ada
besok, lusa saja." Pesan Tini lalu berbalik meninggalkan sang kakak.
Seketika tiara terdiam mendengar perkataan Tini, apa wanita
itu tau dengan keuangan nya sekarang. Tapi lagi dan lagi ia menepis mungkin
semua kebetulan.
*****
Setelah kepulangan kedua sahabat nya, aqila berpindah tempat
ke kamar untuk melanjutkan kerjaan sempat tertunda.
Sedangkan saat ini Arka masih di ruang kerja, pria itu belum
mengetahui jika dua sahabat sang istri telah pulang.
Tapi, lagi dan lagi kerjaannya terhenti mengingat telpon
wanita gila tadi.
Tangan nya pun mulai mengotak-atik sesuatu yang ingin
diketahui selama ini.
Pandangan tertuju pada layar laptop dan seketika senyuman
terukir cantik di bibir aqila.
Intan Siska Darmato, anak tunggal dari pasangan suami istri
Lion Bikram Darmato dan Ajeng Ana Patri. Baru-baru ini di kabari telah menikah
siri dengan Roland Antariksa dan hal tersebut di nyatakan benar dari pengakuan
orang tua Siska artis yang sempat naik daun.
Dan sekarang mencoba untuk bangkit menaikan popularitas awal
dengan bantuan sang suami Roland antariksa.
"Kenapa kau masih gencar merusak kehidupan ku, kak. Apa
masih belum cukup selama ini kau menyiksa ku dengan pernikahan tanpa cinta.
Sekarang aku tidak akan membiarkanmu untuk menang setelah banyak pengorbanan
yang ku lakukan." Janji aqila.
Di ruang kerja, Arka gelisah dengan sikap aqila tadi
mendadak berubah masih terngiang di benaknya.
Pria itu tidak tau apa yang terjadi dengan istri tercinta
nya, apa aqila marah? tapi apa salahnya.
Arka tidak kuat memikirkan semua ini sendiri, hingga
memutuskan untuk menghampiri sang istri di taman belakang.
Namun saat tiba di taman belakang tidak menemukan siapapun
di sana.
"Bibi." Panggil Arka mengedarkan pandangan kiri
kanan.
"Iya Tuan." Sahut bibi berlari menghampiri majikan
di taman belakang seperti sedang mencari sesuatu.
"Dimana Nyonya qila dan kedua sahabatnya?" Tanya
Arka tidak melihat keberadaan tiga wanita tersebut.
"Nyonya qila di kamar Tuan, setelah kepergian kedua
sahabatnya." Jawab bibi.
"Benarkah seperti itu, tapi kenapa qila tidak
menghampiri saya, bukannya tadi berjanji akan membahas masalah ini setelah
kepergian kedua sahabatnya." Kata Arka bingung dengan sikap aqila saat
ini.
"Saya tidak tau itu Tuan." Sahut bibi.
"Ya sudah bibi bisa kembali." Kata Arka, lalu
beranjak pergi dari tempat nya.
Cekrek...
Pintu terbuka dan masuklah sosok pria, siapa lagi jika bukan
Arka.
Melihat sang istri tidak terganggu dengan kedatangan nya,
Arka berjalan mendekati aqila memangku laptop di atas pahanya.
"Sayang, apa yang kamu lakukan? kenapa tidak
memberitahu ku jika kedua sahabat mu sudah balik?" Tanya Arka berada tepat
samping duduk aqila.
"Aku tidak ingat, By." Singkat aqila tanpa
menoleh.
"Sayang jika aku berbicara bisakah kamu menatap ku? apa
kerjaan mu itu lebih penting?" Arka tidak suka di abaikan seperti ini oleh
aqila.
"Maaf, hubby." Memandang sang suami wajahnya sudah
hampir sama dengan pakaian yang belum di setrika.
"Apa yang kamu kerjakan, hingga mengacuhkan suami
tampan mu ini? apa kamu sedang.... " Tatap Arka penuh selidik menggantung
kan, perkataan nya.
"Buang jauh pikiran mu By!" Tegas aqila di serta
cubitan kuat pada perut arka pria posesif………(Bersambung Bab 164 )
Posting Komentar untuk "Bab 163 Pernikahan Di Atas Kertas "