Bab 158 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 158
![]() |
"Sayang, apa yang kalian bicarakan? seperti nya
terdengar sangat menarik." Ucap Arka seraya menarik kursi di samping sang
istri.
"Tidak itu pemikiran kamu saja By. Emangnya kerjaan
kamu udah kelar?" Tanya aqila menoleh pada arka.
"Sudah, kalau belum tidak mungkin aku berada di sini
sayang. Oh iya kenapa kedua kakak mu berada di sini?" Tatap bergantian
arka pada farel dan bian, terakhir pada aqila.
Melihat keberadaan dua ipar yang pagi tadi baru di sini dan
sekarang sudah kembali, sangat membuat arka bingung. Pasalnya aqila hanya
berkata jika sahabatnya dewi yang akan datang bukan dua ipar meresahkan ini.
"Kenapa gak suka lo?" Tanya farel dengan tatapan
tajam pada arka. Orang yang di beri tatapan seperti harimau lapar tidak peduli.
Arka menganggap tatapan tersebut hanyalah tatapan iri atau
kagum dari fans. Tanya siapa? jawab siapa? jadi untuk apa ia peduli kan.
"Stop gak usah mulai deh, aku mau makan dengan tenang,
jika ingin debat silakan cari tempat lain, tapi jangan di sini!" Tegas
aqila memperingati kedua pria yang tiada hari beradu mulut jika bertemu.
"Siapa yang mulai sayang, lagian aku gak mood untuk
debat." Sahut santai Arka menyendok makan ke piring.
"Dasar adik ipar kurang ajar, siapa juga yang mau debat
sama pria bodoh seperti mu. Itu hanya buang energi dan cape mulut." Balas
farel.
30 menit kemudian.
"Bye, Wi. Lain kali ke sini lagi ya. Aku akan sangat
merindukan mu." Aqila melambaikan tangan memandang bian dan dewi yang
sudah berada di dalam mobil.
Setelah mendengar ucapan perpisahan aqila pada dewi, bian
menghidupkan mesin mobil dan melajukan mobil menuju tujuan.
Dalam perjalanan tidak ada perbincangan satu sama lain, dewi
dan bian diam dalam pikiran masing-masing.
Entah kenapa mendadak dewi diam beribuh bahasa dari biasa yang
sering mengoceh tanpa filter kini menjadi sangat sopan.
Pandangan dewi sejak masuk mobil hanya tertuju pada luar
jendela melihat kendaraan lain yang berlalu lalang.
Ingin mencairkan suasana tidak mengenakan seperti ini, tapi
ia bingung harus melakukan apa.
"Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan sungguh keadaan
seperti ini sangat menyedihkan dan tidak nyaman." Batin dewi memohon di
beri petunjuk.
Dewi masih berusaha mencari akal untuk membuka obrolan, agar
tidak canggung.
"Yan." Panggil dewi menoleh sekilas pada bian yang
fokus menyetir.
"Hmmm." Hanya dehemen balasan dari pria yang
berada di sebelah nya.
"Bagaimana kerjaan di perusahaan qila? aku dengar ada
sedikit masalah dengan klien yang protes dengan proposal kinerja kalian?"
"Hmmm, seperti yang kamu dengar, tapi sekarang sudah
terkendali kan. Apa hal ini kamu beritahu pada qila?" Bian sekilas menoleh
pada kekasihnya yang masih setia menatap dirinya.
"Tidak. Kamu tenang saja, aku tidak ingin qila
terbebani jika mengetahui ini. Jangan sungkan untuk minta bantuan, aku akan
selalu siap menolong mu." Tulus dewi.
"Iya, kamu jangan khawatir. Oh ya, aku minta maaf
selama ini sudah mendiami kamu cukup lama."
"Kamu tidak salah Yan, aku pantas mendapatkan ini, aku
mengaku salah sudah egois."
Bian segera menepi mobil setelah mendengar perkataan sang
kekasih.
"Kenapa berhenti Yan?" Bingung dewi dengan
tindakan dadakan dari bian tanpa pemberitahuan.
"Karena kamu." Singkat bian menatap lekat dewi,
wanita yang berhasil meluluhkan hati nya.
Meraih tangan dewi dan menggenggam erat penuh cinta,
kehangatan di berikan sebagai bentuk besar rasa sayangnya tidak bisa di ukur
dengan apapun.
"Wi, mari kita lupakan semua yang berlalu. Aku
mencintaimu, tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, cinta ku kini sudah terbagi
untuk ketiga wanita, pertama Mommy, kedua qila dan terakhir kamu calon istri
yang kelak akan menjadi ibu dari anak-anak ku." Ucap bian seketika membuat
dewi terharu, hingga menjatuhkan tetesan bening.
Perkataan bian saat ini mampu menghipnotis dirinya. Dewi
tidak menyangka pria di samping nya pandai dalam bertutur kata, apalagi kata
yang baru di ucapkan adalah kata-kata yang mungkin akan sulit di ucapkan pria
lain diluar sana.
Dewi merasa menjadi wanita beruntung dapat memiliki cinta
bian, pria dingin seperti es balok. Tidak banyak berkata, namun di sisi lain
memiliki kelembutan dan sikap hangat untuk orang yang di sayangi.
"Makasih Yan, aku sempat berpikir jika hubungan kita
akan berakhir sebelum di mulai. Tau kah, kamu? selama kamu mendiamkan aku, aku
sudah seperti orang gila tidak semangat untuk melakukan apapun. Bahkan kerjaan
ku sudah seperti tumpukan sampai yang engan untuk aku sentuh." Jujur dewi
apa adanya.
Masalah yang kedua alami, membuat dewi tidak semangat
melakukan apapun.
"Maaf, aku tidak berniat membuat kamu seperti
ini."
"Tidak apa-apa Yan. Tidak perlu di pikirkan. Sekarang
aku sudah tenang, masalah yang membuat aku terus kepikiran kini telah
teratasi" Sahut dewi tidak mempermasalahkan, lagian ini salahnya, kenapa
terus kepikiran hingga tidak fokus bekerja.
Kenapa tidak bisa membedakan mana urusan kerjaan dengan
pribadi, jika sudah seperti ini jangan menyalahkan orang lain dari apa yang
membuat nya kepikiran.
"Aku akan membantu mu, nanti bawakan saja kerjaan kamu
ke ruangan ku. Kita kerja bersama." Kata bian tidak ingin melihat sang
kekasih kesulitan.
"Calon suami ku sosweet banget sih, kan aku makin cinta
kalau gini."
Melihat wajah gemas dewi, bian langsung mendarat kan kecupan
cinta di jidat dewi.
"Aku juga." Balas bian.
"Yan." Panggil dewi, saat bian kembali melajukan
mobil.
"Iya." Sahut bian sekilas menoleh pada dewi,
kembali fokus mengemudi.
"Apa qila hamil bayi kembar?" Tanya dewi
penasaran, pasalnya berkunjung menemui sahabatnya tadi sudah membuat ia
penasaran di usia kandungan 6 bulan perut aqila sudah sangat besar seperti ibu
hamil yang ingin melahirkan saat ini juga.
Namun saat ingin bertanya pada aqila, ia tidak sempat karena
bumil tersebut sudah mengubah topik pembicaraan mereka.
Dan saat sudah mengingat nya, keadaan sudah berbeda, ia
tidak bersama bumil tersebut, melainkan bersama sang kakak dari bumil.
"Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?" Penasaran
bian, bukan menjawab pertanyaan dewi, malah melempar balik pertanyaan.
"Emangnya kenapa? apa ada yang salah dengan pertanyaan
ku?"
"Tidak, aku hanya merasa aneh, kenapa mendadak kamu
berkata seperti itu. Tapi sejauh ini aku dan keluarga belum tau qila mengandung
bayi kembar atau tidak." Jawab bian.
"Kenapa seperti itu? apa kamu dan yang lain tidak
penasaran dengan kandungan qila? aku merasa jika kandungan qila tidak hanya
satu nyawa, tapi dua nyawa sekaligus." Kata dewi menyampaikan sesuai
pengamatan terhadap aqila.
"Bagaimana kamu bisa seyakin ini?"
"Yan, bukan hanya aku, tapi orang lain yang melihat
pasti akan sama dengan ku. Jika kamu ingin tau kenapa? karena aku sudah banyak
melihat perut bumil di luar sana yang hamil, perut nya tidak sebesar qila, jika
bukan dua nyawa di dalam." Jelas dewi, di angguk paham bian tersenyum
kecil………(Bersambung Bab 159 )
Posting Komentar untuk "Bab 158 Pernikahan Di Atas Kertas "