Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 156 Pernikahan Di Atas Kertas

Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya.

Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas, Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini

Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 156


Farel telah kembali berada di kantor, setelah memasak dan menyusun rencana bersama.

Merentang kan, kedua tangan merilekskan tubuh karena ngidam aneh aqila membuat ia dan kedua pria lainnya menjadi korban.

Tapi, jika di pikir lagi masakan nya lumayan enak. Farel masih saja belum memulai kerjaan nya. Ia terus merenung mengingat kejadian tadi pagi.

Namun seketika, pikiran nya teralihkan dengan rencana sang adik yang begitu sempurna.

"Aku yakin rencana qila kali ini pasti berhasil. Sekarang hanya menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan." Ucap Farel memutar balik ponsel dengan perasaan bahagia tidak sabar untuk memulai.

Tok...

Tok...

Tok...

"Masuk." Teriak Farel dari dalam mendengar suara ketukan pintu dari luar ruangan.

Mendapat jawaban dari dalam, tiara segera masuk.

"Selamat siang Pak." Sapa tiara sopan sekilas memberi senyum hangat.

"Pagi, silakan duduk." Balas Farel lalu meminta tiara agar duduk.

"Terimakasih Pak. Seperti nya tidak perlu saya hanya sebentar." Tolak halus tiara.

"Ya sudah jika seperti itu. Apa yang ingin kamu katakan?" Pandang Farel pada tiara, setelah melepaskan ponsel di atas meja.

Farel penasaran hal apa yang ingin di katakan tiara. Sejak tadi jika di perhatikan wajah wanita di depan nya ini sedikit aneh, tidak seperti biasa.

Tiara mendapat tatapan tak lepas dari Farel mencoba berusaha tenang.

"Ayo tiara, kamu bisa jangan sampai perempuan angkuh itu mengadu yang tidak-tidak pada Pak Farel." Ucap tiara menyemangati diri sendiri.

"Tiara, kamu kenapa diam? silakan bicara?" Farel menyadarkan wanita di depan nya yang masih belum membuka suara.

"Hah, iya Pak. Ini saya mau bicara." Ucap cepat tiara.

"Hmmm, silakan." Farel mempersilakan dengan menaikan alis untuk tiara berbicara.

"Sebelum Bapak kemari, ada perempuan yang datang mencari Bapak mengaku sebagai kekasih. Dan saya sempat beradu mulut dengan nya, maaf jika saya lancang, tapi semua yang saya lakukan untuk membela diri. Saya kesal dengan dengan mulut sombong nya terus menghina saya." Jujur tiara menjelaskan pada Farel tidak ingin ada salah paham.

Farel terdiam memikirkan perkataan tiara, sekarang pikirannya mengarah pada mantan kekasih yang semalam menghubungi nya.

"Apa itu vivin? tapi kenapa semalam saat menghubungi ku tidak mengabari jika ingin kemari?" Batin farel bingung.

Kembali menatap tiara."Apa ciri-ciri perempuan yang kamu maksud, tinggi, putih, mata sipit, hidung mancung, bibir sedikit tebal, dan memiliki rambut panjang gelombang? Dan satu lagi apa kamu melihat tato di belakang lehernya?"

Tiara kembali mengingat ciri-ciri wanita sombong tadi, dan semua yang di sebutkan Farel benar adanya.

Melihat tidak ada tanggapan dari tiara setelah ia menyebutkan ciri-ciri mantan kekasihnya. Farel menjadi bingung apa yang terjadi dengan tiara, kenapa wanita di depannya terdiam.

"Kenapa Ra? apa ciri-ciri yang ku sebutkan salah?" Tanya Farel.

Tiara menggeleng kepala."Tidak, semua yang Bapak katakan benar."

"Apa kamu tau apa alasan dia kesini? kenapa. kalian bisa berdebat?" Penasaran Farel menatap tajam tiara.

"Saya tidak tau dan tidak penting juga untuk saya tau apa alasan nya ke sini! Mantan kekasih Bapak menampar dan menghina saya dengan mulut pisau nya. Dan sudah jelas saya tidak akan tinggal diam jika di perlakukan seperti itu. Jika Bapak ingin marah dengan tindakan saya yang kurang sopan, saya minta maaf." Ucap tiara meski tindakan nya tidak salah, ia tetap merasa tidak enak.

Penjelasan tiara panjang lebar seperti rumus matematika, kini sudah membuat Farel paham.

"Tidak perlu minta maaf, saya percaya sama kamu. Lagian ini bukan salah kamu, saya yakin pasti vivin yang mulai." Balas Farel.

"Jadi perempuan itu namanya vivin. Sayang nama dan wajah yang cantik, tapi sifat dan kelakuan berbanding terbalik." Kata tiara jujur apa adanya sesuai pemikirannya, tanpa memperdulikan perasaan Farel.

Farel tersenyum mendengar perkataan tiara menurutnya seperti bocah.

"Nih cewek kalau bicara gak pernah saring, tapi kenapa terlihat gemas ya." Batin Farel merasa lucu dengan ucapan tanpa dosa tiara.

Melihat wajah Farel tersenyum kecil seperti ada sesuatu yang di pikirkan sambil menatap wajah nya, seketika tiara menjadi salting, sebab pandangan yang di berikan Farel begitu tajam.

"Bapak kenapa? apa perkataan saya salah ya? saya minta maaf, saya tidak berniat membuat bapak seperti ini." Entah apa yang di pikirkan tiara kenapa perkataan nya jadi ngelantur seperti ini.

"Kenapa minta maaf lagi sih, kamu tidak ada salah tiara. Saya tau vivin seperti apa jadi kamu tidak perlu khawatir, oke." Ucap Farel menyakinkan wanita di depan nya agar tidak berpikir lebih membuat kepalanya sakit.

***

Setelah berbicara dengan aqila lewat telpon, sekarang dewi segera ke Mansion sahabat nya.

Lagian saat ini semua kerjaan sudah beres sejak kemarin. Dewi sengaja mengerjakan lebih awal, pikirnya hari ini ia bisa mengajak bicara bian baik-baik, tapi ternyata semua tidak sesuai dengan rencana awal.

Setelah beberes semua dokumen kerjaan. Dewi langsung meninggalkan perusahaan.

Satu jam kemudian, dewi tiba di depan gerbang Mansion milik aqila.

Ini adalah hari pertama dewi menginjakkan kaki ke Mansion milik sahabatnya.

Dewi segera menekan bel dan tidak hampir 2 menit pintu sudah terbuka.

Para art menunduk hormat pada dewi, mereka sudah mendapat kabar dari nyonya aqila, jika hari ini sahabat nya nona dewi akan datang berkunjung.

"Mari Nona silakan masuk, Nyonya sudah menunggu di dalam." Sopan art menuntut masuk menuju ruangan tempat aqila berada.

"Terimakasih." Balas dewi sopan, lalu mengikuti pergerakan art.

"Hay, Wi. Ayo duduk, aku udah tunggu lama, kangen tau. Kenapa baru sekarang hubungi dan ingin berkunjung, kemarin-kemarin kemana saja sih?" Cemberut aqila sangat rindu dengan sahabatnya.

"Dih, lihat tu muka jelek banget kalau cemberut." Ledek Dewi membuat aqila makin cemberut.

"Jahat lo, Wi. Masa ngatain sahabat sendiri."

"Iya... iyaa... maaf bumil cantik. Gimana keadaan kamu sekarang? apa ponakan ku baik-baik saja?" Tanya dewi sedikit antusias penasaran, karena sejujurnya ia sangat menyukai anak kecil.

Mata dewi berbinar-binar menatap perut buncit aqila, entah kenapa ia ingin sekali mengelus perut sahabatnya.

"Qila, aku elus boleh ya?" Pinta dewi dengan wajah penuh harap.

"Silakan, lagian gak mungkin aku larang kakak ipar ku sendiri." Jawab santai aqila.

"Bisa aja lo. Tapi aku ragu bisa menjadi kakak ipar lo." Balas dewi seraya mengelus perut buncit aqila yang seketika berubah menjadi sedih.

Perubahan dewi terus di perhatikan aqila, hingga membuat ia yakin terjadi sesuatu pada hubungan sang kakak dengan sahabatnya ini.

"Kenapa lo bisa berkata seperti itu? apa kalian.... " Aqila menguntungkan ucapannya dengan menatap lekat dewi yang masih belum lepas mengelus perut dan sesekali mengajak bicara dedek bayi dalam perut nya.

"Hufft, seperti dugaan lo. Tapi semua ini murni salah gue." Jujur dewi mengaku salah dalam bersikap.

"Dugaan, ya tetap dugaan. Sekarang aku mau dengar cerita kamu, kalau kamu tidak cerita, bagaimana aku tau apa sebenarnya terjadi." Ucap aqila ingin dewi berbagi cerita, bagaimana juga ini menyangkut hubungan sang kakaknya.

"Baiklah aku akan cerita, tapi sebelumnya aku minta maaf padamu. Ya aku akui aku egois, tapi semua yang aku lakukan tidak ingin bian celaka, kamu harus percaya itu." Jujur dewi sebelum menceritakan inti permasalahan nya dengan bian, ia ragu apa setelah mendengar ceritanya ini aqila masih bisa menganggap dirinya sahabat atau tidak.

Tapi semuanya ia serahkan pada sang kuasa, yakin jika semua yang terjadi setelah ini adalah yang terbaik………(Bersambung  Bab 157 )

 

 

DAFTAR ISI BAB NOVEL

Posting Komentar untuk "Bab 156 Pernikahan Di Atas Kertas "