Bab 149 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 149
![]() |
"Kamu gak mau mampir dulu?" Tanya tiara menawarkan
diri memandang Farel.
"Tidak, lain kali saja. Kamu istirahat saja, pasti hari
ini kamu sangat cape." Sahut Farel perhatian pada tiara.
"Ya sudah kalau gitu kamu hati-hati, jangan ngebut di
jalan." Pesan tiara sudah seperti memberi perhatian pada kekasih. Dan
Farel hanya mengangguk dengan senyum mendengar pesan wanita tersebut.
"Siap Bu Tiara." Senyum Farel semanis gula.
Tiara terkekeh mendengar perkataan Farel, sungguh pria
tersebut pandai berkata manis membuat dirinya salah tingkah.
Senyuman yang di berikan Farel begitu manis, hal tersebut
menambah ketampanan dan cinta tiara semakin besar jika seperti ini.
"Kenapa dia harus memberi senyuman semanis ini. Oh
Tuhan berikan hamba kekuatan. Jika seperti ini aku rasanya tidak ingin
berjauhan." Batin tiara bergejolak.
Tiara masih saja melamun hingga terdengar suara mesin mobil
Farel keluar dari halaman rumah nya. Ia langsung tersadar, melihat kepergian
Farel lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum." Salam tiara.
"Walaikumsalam." Sahut seseorang dari dalam
menghampiri sang adik.
"Kakak tumben baru pulang jam segini? Apa ada kerjaan
urgent ya, hingga telat?"
"Tidak, tadi kakak ke rumah sakit jenguk adik atasan
kakak. Emang nya kenapa? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?"
"Hmmm, iya Kak. Hari ini aku di minta guru untuk segera
melunasi uang sekolah, atau aku tidak bisa mengikuti ujian kelulusan."
Lirih nya dengan kepala di tunduk kan.
Tiara terdiam, ia bingung harus mendapatkan uang dari mana,
tanggal gajian nya masih lagi seminggu. Meminjam? kepada siapa orang yang bisa
membantu.
Tetangga tidak mungkin membantu dirinya.
"Dek, tenang saja, secepatnya kakak akan kasih uang
jadi kamu gak usah cemas. Mana senyum adik kakak yang cantik, masa muka nya di
tengkuk sudah hampir sama dengan keset." Ledek tiara tidak ingin sang adik
terus bersedih. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan berusaha sekuat tenaga nya
untuk sang adik, satu-satunya keluarga yang ia punya.
"Kakak serius sudah punya uang?" Tanya memastikan
sang adik.
"Iya. Kamu gak usah pikir. Sekarang kakak masuk dulu
mau bersih-bersih. Badan kakak udah lengket gak betah berdiri lama." Ujar
tiara berbohong.
Sejujurnya saat ini ia sedang berpikir untuk mencari
pinjaman, bukan untuk membersihkan diri. Semua yang di katakan hanyalah
kebohongan.
Tiara tidak ingin sang adik sedih jika ia berkata
sejujurnya, bagaimana juga sekarang ini adalah tanggung jawabnya sebagai kakak.
"Baiklah, sana pergi aku sudah siapkan makan, setelah
bersih langsung saja ke meja makan. Aku sudah makan duluan tadi, karena kakak
pulang lama perut ku gak bisa di ajak kompromi menunggu." Kata nya.
"Tidak apa-apa. Terimakasih adik kakak yang cantik.
Kakak masuk dulu, kamu belajar gih, biar dapat nilai bagus ujian nanti."
Ucap tiara, lalu berjalan masuk ke kamar.
Memasuki kamar ia langsung menjatuhkan diri di atas ranjang.
Memijit kepala yang mendadak sakit harus mencari pinjaman untuk biaya sekolah
sang adik sudah sangat membuat kepala nya penat.
Tiara tidak memiliki sahabat orang kaya, bagaimana mau punya
jika semua orang yang berada di sekeliling nya saja langsung menghindar sebelum
dirinya mendekat.
Bukannya miris nasib nya? sudah sangat jelas sangat miris.
Berteman memandang dari harta adalah sesuatu yang tidak
patuh di contoh, berteman sesungguhnya adalah orang yang selalu ada dalam susah
maupun senang, tanpa memandang status orang tersebut kaya atau miskin.
Dan tiara tidak pernah mempermasalahkan jika ia harus di
jauhi sama orang yang berada di sekeliling nya. Sedih dan merutuki nasibnya
sudah pasti sering di lakukan jika hanya ada dirinya seorang diri.
Tiara tak pernah menyesal telah lahir di dunia dari keluarga
miskin, atau pun lainnya. Ia hanya sedih kenapa garis takdir nya begitu berat?
ia hanya ingin di beri sedikit kemudahan, semua cobaan akan ia jalani, tapi
saat ini ia hanya meminta satu permohonan diberi kemudahan dalam segala hal
yang menyangkut adiknya.
"Apa yang harus aku lakukan? kemana aku harus mencari
pinjaman?" Batin tiara memandang langit atap kamar.
Tanpa di sadari tetesan bening lolos menghiasi pipi
cantiknya.
"Bunda, ayah, kakak gak tau apa yang harus kakak
lakukan? selama ini kakak sudah berusaha kuat dan tegar menjalankan kehidupan
ini. Tapi sekarang lihatlah kakak menjadi cengeng."
"Maaf kakak bukan menyerah bunda, kakak ingin berbagi
keluh kesah kakak." Sambung tiara dengan isakan tangis keluar seperti
hujan tanpa henti.
Tiara muak selalu bersikap kuat, sekarang waktu nya
mengeluarkan unek-unek terhadap kedua orang tuanya, meski sekarang mereka telah
tiada, ia yakin mereka selalu berada di dekat nya dan mendengar semua
ceritanya.
Lelah dengan tangisan nya, ia bangkit dari ranjang menuju
kamar mandi. Setelah membersihkan diri dan sedikit lebih segar, mengambil
ponsel menghubungi teman kantor, berharap mereka bisa membantu meminjamkan
uang.
Meski sedikit ragu akan mendapatkan pinjaman, ia berharap
ada sedikit keajaiban. Tidak ada salah mencoba daripada tidak sama sekali,
itulah pikirnya saat itu.
15 menit menghubungi beberapa teman kantor yang ia anggap
dekat, namun semua tidak bisa membantu dengan berbagai alasan yang di berikan,
ini dan itu.
Hal tersebut tidak membuat dirinya kaget, karena ini sudah
biasa.
"Tidak masalah jika hal seperti ini terulang kembali.
Ayo semangat tiara, kamu bisa atasi ini demi adik kesayangan mu. Setiap masalah
pasti ada jalan nya dan sekarang yang perlu dilakukan cari jalan keluar
tersebut." Ucap tiara menyemangati diri sendiri.
"Dewi? apa aku harus meminjam pada dewi, tapi gimana
kalau dia sama dengan yang lain?" Tiara berpikir ragu untuk meminta
bantuan pada kekasih atasan nya.
"Tidak apalah aku coba saja, nanti setelah gajian aku
langsung balikin." Sambung tiara berkata pada diri sendiri.
Tiara mencari kontak dewi, setelah ketemu segera
menghubungi.
Tidak mencapai 1 menit panggilan nya telah tersambung.
📞:"Assalamu'alaikum,
Wi." Sapa tiara di sebrang telpon dengan lembut.
📞:"Walaikumsalam,
Ra. Tumben telpon?" Sahut dewi lalu melempar pertanyaan penasaran dengan
panggilan tiara yang tidak biasa.
Dewi sangat mengenal wanita tersebut tidak pernah
menghubungi seperti ini, lagian kedua juga tidak terlalu dekat di luar, paling
hanya di kantor. Dan juga untuk panggilan telpon tidak pernah.
Merasa aneh sudah pasti. Tapi ia yakin ada hal mendesak
hingga wanita tersebut menghubungi nya.
📞:"Heheh, iya Wi.
Maaf kalau aku ganggu waktu mu. Tapi aku gak ada pilihan lain, selain
menghubungi mu." Ucap Tiara berusaha menyakinkan diri untuk menyampaikan
tujuan panggilan telpon nya.
📞:"Tidak kok,
sekarang aku lagi santai Emang apa yang mau kamu katakan."
📞:"Aku boleh pinjam
uang kamu gak? aku janji bakal ganti setelah gajian ini."
📞:"Boleh, nanti aku
transfer, kamu tinggal kirim no rekening saja."
📞:"Kamu serius Wi?
Sumpah aku gak tau harus berkata apalagi selain banyak terima kasih. Aku berdoa
agar hubungan kamu dan Pak Bian langgeng sampai hari hal pernikahan." Kata
tiara bahagia dan juga berdoa yang terbaik untuk rekan kerjanya.
📞:"Amin, makasih
Ra." Sahut dewi dengan nada tak menentu, membuat tiara bingung nada tak
semangat wanita tersebut, setelah mendapatkan doa terbaik dari nya.
Tiara merasa dewi dan bian ada masalah, jika tidak mana
mungkin doanya di sahut dengan nada aneh, biasanya jika seseorang berdoa yang
terbaik untuk pasangan pasti nada bicara 45 semangat………(Bersambung Bab 150 )
Posting Komentar untuk "Bab 149 Pernikahan Di Atas Kertas "