Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 140 Pernikahan Di Atas Kertas

Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya.

Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas, Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini

Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 140


Meeting bersama klien telah selesai, sekarang Farel dan tiara bersiap untuk pergi ke rumah sakit, tapi sebelum itu mereka akan membeli sesuatu untuk aqila, tidak mungkin membesuk orang sakit tanpa buah tangan.

"Sekarang kita beli buah dulu." Kata Farel hanya di angguk setuju tiara.

"Iya, Pak."

"Kira-kira buah apa yang cocok di untuk orang sakit?" Tanya Farel memandang tiara meminta pendapat

Tiara menunjuk dirinya."Bapak meminta pendapat pada saya?"

"Tidak sama kunti yang di samping kamu." Sahut Farel dengan nada kesal tapi wajahnya terlihat serius hingga tiara percaya dengan perkataan nya.

Tiara bergidik ngeri langsung mendekati farel. Terlihat jelas dari raut wajahnya pucat. Ia takut hal berkaitan dengan kunti, meski sedikit tidak masuk akal ada kunti siang bolong, tapi itulah tiara.

Melihat wajah wanita di samping nya ketakutan seketika terukir senyum tipis di bibir Farel, ia tidak menyangka wanita yang ia juluki wanita merepotkan begitu penakut.

Mana ada kunti di siang hari begini, dasar wanita aneh. Farel menggeleng kepala melihat sikap tiara, ingin sekali saat ini ia mengerjai nya, tapi melihat ketakutan tiara bertambah membuat dirinya mengurungkan niat.

"Sudah jangan takut tidak ada kunti, saya hanya becanda." Kata Farel menatap tiara seketika wajahnya berubah menjadi lega.

"Kenapa Bapak harus becanda membawa nama kunti? apa tidak ada yang lebih bagus selain kunti?" Tanya tiara.

"Emangnya ada yang lebih bagus dari kunti? atau jangan-jangan kau takut ya sama kunti. Hahaha... sebenarnya kunti yang takut padamu, bukan sebaliknya." Tawa lepas Farel, tiara melihat hal tersebut seketika terkesima, baru sekali ia melihat tawa lepas Farel, sungguh tampan.

Tiara tidak menyangka pria di depan nya ini ternyata sangat tampan jika tertawa lepas, tidak salah dirinya jatuh hati sama Farel, ketampanan nya mampu membuat ia senang, bagaimana jika pria tersebut membalas cinta nya? sungguh ia merasa menjadi wanita terbahagia di dunia ini.

Tidak bosan ia melihat tawa Farel, ia kesal atau marah dengan perkataan pria tersebut, baginya hal tersebut tidak masalah, asal dapat membuat pria pemilik hatinya bahagia.

Selama beberapa tahun bekerja di dekat farel, ia tak pernah melihat tawa lepas Farel seperti ini, tapi hari ini ia dapat melihat jelas tanpa ada penghalang apapun, bahkan tawa lepas tersebut di hadapan nya.

Farel akhirnya sadar sejak tadi di perhatikan tiara."Ada apa kau melihat ku?"

"Tidak, saya senang dapat melihat Bapak tertawa lepas seperti ini." Jujur tiara sambil tersenyum kecil.

"Apa kau sedang mengejekku?" Salah paham Farel merasa perkataan tiara ini bukanlah ucapan yang tulus, melainkan ejekan.

"Saya? untuk apa saya mengejek Bapak, lagian apa yang saya katakan tadi jujur, selama bekerja menjadi sekretaris Bapak, tidak pernah sekali saya melihat tawa lepas seperti ini, apa Bapak pelit dengan senyuman?" Tanya balik tiara setelah menjawab tuduhan Farel.

"Bukan urusan mu, mau saya pelit atau tidak!" Ketus Farel berlalu meninggalkan tiara.

Tiara menggeleng kepala. Ia bingung tadi pria tersebut tertawa lepas dengan ejekan nya pada dirinya, sekarang mendadak dalam hitungan detik jadi marah. Sebenarnya pria tersebut terbuat dari apa? kenapa perubahan moodnya begitu cepat?

"Apa kau masih ingin berdiri di situ?" Teriak Farel sedikit jauh dari tempat tiara berada. Melihat tiara masih berdiri mematung pada tempat nya, ia bingung apa yang di wanita tersebut ? apa dirinya tidak ingin pergi?

Tiara yang menyadari teriakan Farel segera bergegas menghampiri nya.

"Apa yang kau pikirkan?" Penasaran Farel saat tiara tiba di dekatnya.

"Memikirkan Bapak." Celetuk tiara.

"Memikirkan saya? kenapa?" Bingung Farel, sedangkan tiara dalam hati mengutuk dirinya betapa bodoh bisa keceplosan seperti ini.

Tiara tidak tau harus menjawab apa? namun apa daya nya jika jalan terbaik nya hanya menyangkal.

"Tidak, maksud saya tadi memikirkan Bapak saya." Bohong tiara.

"Oh, emangnya bapak kamu kenapa?"

"Bapak saya, sudah tiada."

"Terus, kenapa kamu memikirkan nya, jika sekarang telah tiada?" Lagi dan lagi Farel bingung dengan perkataan tiara.

"Itu.. i tu karena saya sangat merindukan." Bohong tiara, meski hati kecilnya sangat merindukan kedua orang tua.

Melihat perubahan pada wajah tiara, Farel menjadi iba, ia langsung menarik tubuh tiara ke dalam dekapan nya.

"Maaf sudah membuat mu sedih." Tulus Farel, tiara nyaman berada di dekapan pria yang berhasil mengisi hatinya bertahun-tahun.

Tidak ada kata yang bisa ia katakan lagi, jika waktu bisa berhenti, ia ingin menghentikan waktu agar pelukan ini selalu ia rasakan.

Setelah lama menginginkan pelukan ini, akhir dari penantian 4 tahun kini tercapai.

****

Dewi menikmati hidangan makan siang di kantin kantor, seperti tidak selera.

Pikirannya akhir ini terus memikirkan Bian.

"Apa yang harus aku lakukan, jika terus seperti ini sampai kapan hubungan ku akan membaik." Batin dewi sedih."Apa aku hubungi qila saja?. menceritakan semua yang terjadi termaksud keegoisan ku, meski nanti qila kecewa, tapi aku harus terima karena ini salahku." Sambung dewi dalam batin bermonolog.

Dewi akan terima semua konsekuensi dari kejujuran nya ini, baginya tidak perlu ada yang harus di sembunyikan. Aqila adalah sahabatnya, bahkan ia sudah menganggap keluarga, mungkin kemarin adalah efek takut kehilangan Bian, hingga terucap kata yang seharusnya tidak pantas di katakan di kondisi seperti itu.

Dewi segera menghubungi aqila. Namun nomor ponsel nya tidak aktif. Seketika ia langsung menepuk jidat nya." Astaghfirullah dewi, kenapa lo bisa sebodoh ini sih? bagaimana bisa melupakan saat ini qila tidak memiliki ponsel, kan saat kecelakaan itu qila belum sempat membeli yang baru kalau sekarang sudah beli, aku tidak tau kontak yang baru."

Mencoba berpikir siapa yang bisa di hubungi untuk menanyai keadaan aqila, karena sekarang ia tidak tau di mana aqila berada. Terakhir kali ia tau aqila berada di rumah sakit, saat kejadian tersebut langsung di larikan ke rumah sakit, namun untuk saat ini ia tidak tau lagi.

Hubungan nya dengan Bian sedang tidak baik, hingga ia tidak bisa bertanya banyak tentang aqila.

Sekarang dewi sudah sadar dengan kemarin yang di lakukan. Melihat betapa besar rasa kepedulian dan kekompakan keluarga adijaya dalam melindungi anggota keluarga satu sama lain membuat ia begitu malu dengan dirinya.

Pengorbanan aqila membuka pintu hatinya, jika saat itu aqila tidak melindungi Bian, mungkin saat ini pria yang ia cintai tidak akan berada di dunia.

"Semoga semua belum terlambat." Batin dewi berharap masih ada kesempatan untuk dirinya memperbaiki.

Meski menyadari sedikit terlambat, tapi semua masih lebih baik dari pada tidak sama sekali menyadari………(Bersambung  Bab 141 )

 

 

DAFTAR ISI BAB NOVEL

Posting Komentar untuk "Bab 140 Pernikahan Di Atas Kertas "