Bab 138 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 138
![]() |
Di ranjang rumah sakit Aqila duduk menyandarkan diri sambil
mengunyah makanan yang di minta pada kakak nya saat menelpon mengabari akan
datang berkunjung.
Aqila tidak membuang kesempatan, dirinya sangat ingin makan
rujak yang isinya hanya jambu kristal no yang lain.
"Makasih Kabin, aku menyayangimu." Bahagia aqila
dapat menikmati makanan yang di ingin kan.
"Sama-sama sayangnya kakak." Balas Bian membelai
kecil anak rambut aqila.
Arka melihat hal tersebut ikut tersenyum. Setelah kejadian
yang menimpa aqila beberapa bulan yang lalu membuat dirinya berpisah cukup
lama, akhirnya sekarang sikap nya sedikit berubah dan menjadi lebih dewasa
dalam berpikir dan tindakan.
Sekarang tidak ada sikap cemburu nya terhadap aqila pada
kedua kakaknya. Ia memaklumi sikap kedua kakaknya adalah bentuk kasih sayang
sama adiknya yang tidak lain adalah istri tercinta nya.
Cemburu nya akan on jika aqila dekat dengan pria lain selain
keluarganya. Semua itu wajar mana ada suami yang rela melihat sang istri
berdekatan dengan pria lain.
"Kabin, kenapa sendiri, mana dewi?" Tanya Aqila
tidak melihat keberadaan sahabatnya bersama sang kakak.
"Lagi kerja, kakak gak enak ganggu jam kerjanya."
Bohong Bian, ia tidak ingin aqila tau sebenarnya yang terjadi.
"Oh, iya ya. Padahal aku sangat ingin ngobrol sama dewi
loh kak." Ucap aqila sedikit rindu pada sahabatnya.
"Kakak janji lain kali akan ajak dewi, sekarang fokus
dulu pada kesehatan kamu agar ponakan kakak baik-baik." Kata Bian, entah
lain kali itu kapan ia sendiri tidak tau.
Bian masih kecewa pada Dewi, perkataan nya saat itu sampai sekarang
masih terus terngiang di benaknya.
Keluarga nya belum tau tentang ini, ia tidak ingin mereka
ikut kecewa pada dewi sama seperti dirinya, saat tau tertembak nya aqila karena
dewi.
Bian khawatir jika Farel tau masalah ini, semua akan lebih
panjang, ia sangat mengenal pria satu itu.
"Iya Kak, aku bakal jaga baik-baik ponakan kakak, tapi
kakak juga harus janji pada ku secepatnya bawa dewi kesini. Mana ponsel
kakak?" Aqila mengulurkan tangan menatap bian.
"Untuk apa?" Tanya bian seraya merogoh masuk tangan
pada saku celana mengambil ponsel.
"Telpon dewi." Jawab aqila langsung mengambil
cepat ponsel dari tangan bian.
"Ponsel kamu mana? kenapa harus pakai ponsel
kakak?"
"Apa kakak lupa, ponsel ku rusak saat kecelakaan saat
itu. Kemarin aku gak sempat beli baru." Kata aqila menatap sang kakak
merasa ada sedikit ke ganjalan pada pertanyaan nya.
Aqila curiga terjadi sesuatu pada hubungan kakaknya bersama
dewi, jika tidak? tidak mungkin pertanyaan yang di lempar kan seperti ini.
Aqila kembali mengingat pada saat ia tertembak melindungi
kakaknya."Apa semua ini karena hari itu? tapi apa yang mereka debat kan
hingga sekarang belum selesai?" Batin aqila bermonolog.
"Ya sudah nanti kakak belikan kamu ponsel keluaran
terbaru dan termahal." Janji Bian.
"Makasih Kak." Balas Aqila.
"Sama-sama, apapun demi princess adijaya akan kakak
lakukan meski itu nyawa kakak sendiri." Ucap Bian lekas memandang serius
pada Aqila.
Aqila terharu pada perkataan kakaknya, ia bahagia di
kelilingi orang baik dan tulus menyayangi nya.
Dan sekarang kebahagiaan nya bertambah, sebentar lagi ia
akan menjadi orang tua.
****
Farel tidak bisa menjenguk aqila, hari ini ia banyak
pertemuan bersama klien.
Bahkan sudah beberapa hari belakangan ini ia jarang menemui
Aqila, ia lebih sering menghabiskan waktu bersama tiara. Urusan kerjaan semakin
membuat kedua dekat, dan perasaan tiara pada Farel semakin besar, namun tidak
dengan Farel.
Sekarang Farel dan Tiara berada di sebuah cafe, kali ini
pertemuan klien di adakan di luar.
"Apa kamu sudah mempersiapkan semua nya?" Tanya
Farel pada tiara.
"Sudah, Pak." Jawab tiara.
"Baguslah seperti itu."
"Iya Pak."
Keduanya kembali terdiam, tiara bingung harus berbicara apa,
keadaan seperti ini sangat membuat ia canggung.
Tiara berusaha mencari ide untuk mencairkan suasana, ia
tidak ingin kondisi seperti ini sungguh tidak nyaman.
"Pak, bagaimana keadaan Bu aqila sekarang?" Tanya
tiara basa-basi. Sesungguhnya saat itu ia sangat khawatir pada aqila, ia ingin
sekali menjenguk, tapi ia sadar diri.
"Alhamdulillah sekarang sudah lebih baik, tapi
belakangan ini saya jarang ada waktu untuk qila. Kerjaan membuat saya sibuk,
hingga tidak memiliki waktu, seperti yang kamu lihat sekarang selalu saja ada
pertemuan dadakan di luar janji temu." Jawab Farel.
Farel bingung kenapa akhir ini jadwalnya sangat padat,
hingga tidak bisa meluangkan waktu untuk aqila, bahkan sang adik sudah berulang
kali menghubunginya menanyai kapan datang, dan ia selalu menjawab segera, tapi
sampai sekarang belum juga berkunjung.
"Alhamdulillah kalau begitu, saya senang dengar nya.
kalau bapak ingin menjenguk bu qila silakan, setelah ini jadwal bapak
kosong." Kata tiara.
"Bagus lah. Apa kamu tidak ingin ikut menjenguk
qila?" Tanya Farel menatap tiara yang diam bingung harus menjawab apa.
Tiara sangat ingin menjenguk aqila, tapi ia ragu, apa wanita
seperti nya pantas menjenguk aqila, mengingat perbedaan kasta membuat ia
minder. Buah tangan yang akan ia bawakan pasti akan berbeda jauh dengan
kalangan orang kaya berikan pada aqila nanti.
Tiara terus diam tanpa membuka mulut untuk menjawab, hal
tersebut tidak luput dari pengelihatan Farel. Ia bingung kenapa mendadak wanita
di samping diam, apa ada pertanyaan yang aneh? perasaan pertanyaan nya simpel,
tidak berat-berat amat. Terus, kenapa reaksi tiara ini.
"Kalau kamu tidak ingin menjenguk qila, ya tidak
apa-apa. Saya tidak memaksa. Saya berpikir rasa khawatir kamu benaran peduli,
tapi semua salah." Ucap Farel, mendadak membuat tiara menggeleng kepala
mendengar perkataan nya yang salah paham dengan ekspresi wajahnya.
"Tidak seperti itu Pak, saya mau kok jenguk bu
qila." Ucap cepat tiara.
Seketika senyum mengembang menghiasi bibir Farel.
"Ya sudah setelah meeting, kita langsung ke rumah
sakit, tapi sebelum itu kita beli sesuatu untuk qila, Kira-kira apa yang cocok
untuk bumil?"
Tiara menggeleng kepala. Farel melihat kode jawaban dari
tiara menaikan alis.
"Kenapa? bukannya kamu perempuan, pasti secara otomatis
tau dong selera perempuan."
"Iya, perkataan bapak benar, saya perempuan, tapi bukan
berarti saya mengetahui selera bu qila. Saya sendiri tidak terlalu dekat sama
bu qila. Coba Bapak pikirkan bagaimana seseorang bisa tau keinginan orang
tersebut jika kita tidak dekat dengan nya." Pinta tiara meminta Farel
untuk menganalisa.
Farel seketika diam berpikir dengan perkataan tiara ada
benar nya juga.
"Kamu benar juga, ya sudah nanti kita berdua pikirkan
mana baik nya. Sekarang kita fokus dulu dengan meeting. Klien kita sudah
datang." Kata Farel mengakhiri obrolan mereka dengan memandang klien yang
sedikit jauh dari keberadaan mereka………(Bersambung Bab 139 )
Posting Komentar untuk "Bab 138 Pernikahan Di Atas Kertas "