Bab 132 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 132
![]() |
"Lapor Bos, hari ini keluarga Adijaya akan memulai
pencarian Nona Aqila di suatu tempat yang besar kemungkinan berada di sana.
Tapi letak pencarian kami tidak dapat mendengar jelas, seperti nya mereka sudah
tau keberadaan kami di sana."
"Dasar bodoh. Saya kasih waktu satu jam dari sekarang,
jika tidak menemukan informasi apapun, jangan harap kamu dapat melihat keluarga
mu lagi!" Ancam penuh amarah menggebu-gebu di dada.
Setelah mematikan sambungan secara sepihak, orang tersebut
menancapkan pisau pada foto seorang wanita.
Wajah penuh amarah dan kebencian terpancar jelas pada orang
tersebut.
"Kalian bisa menghalangi ku, tapi itu bukan berarti
menggagalkan rencana ku."
****
Arka sudah kembali ke kantor. Begitu juga dengan Tiara dan
Farel.
Sekarang hanya tersisa Bian dan Dewi. Kedua terdiam satu
sama lain tanpa membuka suara.
"Apa kau masih ingin berada di sini?" Tanya Bian
menatap Dewi yang diam tidak seperti biasa banyak bicara.
"Tidak." Singkat Dewi hanya satu kata keluar dari
bibir nya. Hal tersebut membuat Bian makin bingung.
Bian tidak tau apa yang terjadi dengan dirinya, melihat diam
nya Dewi seperti ini rasanya ada yang kurang.
"Apa kamu serius, kamu gak lagi sakit, kan?"
Khawatir Bian sembari meletakkan tangan para dahi Dewi.
"Aku baik-baik saja."
"Terus, kenapa mendadak seperti ini?"
"Seperti ini bagaimana maksud Bapak?"
"Tidak banyak bicara."
"Bukannya, tadi Bapak sendiri yang bilang pada saya,
jaga batasan hormati atasan." Ucap Dewi seraya bangkit dari duduk, saat
ingin melangkah, tangan Bian menarik tangan Dewi hingga wanita tersebut
kehilangan keseimbangan dan jatuh menimpa Bian.
Tanpa bisa di pungkiri lagi hal tersebut membuat kedua bibir
saling bersentuhan.
Entah perasaan apa sekarang yang dirasakan Dewi, jantung
berdebar lebih cepat dari biasa. Hembusan nafas keduanya bisa dirasakan satu sama
lain. Dewi bukanlah wanita yang munafik, ia sudah berulang kali nonton drama
Korea yang menampilkan banyak adegan ranjang dan ciuman, namun ini adalah hal
pertama yang di rasakan setelah lama menyaksikan lewat layar.
Merasa sentuhan bibir dari lawan jenis ternyata tidak buruk,
rasanya sedikit manis. Mengingat adegan ciuman drama Korea membuat otaknya
travelling.
Bian merasa hal yang aneh pada jantung nya. Kedua mata indah
Dewi, seketika menghipnotis dirinya. Tanpa di sadari bibirnya menyesap masuk
pada bibir Dewi.
Bian bukanlah pria yang handal dalam permainan bibir. Meski
begitu tidak membuat ia bodoh dalam hal ini.
Dewi terbawa suasana, tanpa sadar ia membalas seperti
pemeran wanita membalas ciuman pemeran pria seperti adegan drama Korea yang
sering ia tonton. Bahkan ciuman nya begitu menghayati mengingat adegan drama
favorite nya.
Kedua saling bertukar saliva, terbawa suasana kenikmatan
antar bibir, mereka lupa dengan keberadaan nya sekarang. Adegan romantis mereka
kini menjadi pusat perhatian pengunjung cafe.
Mendengar suara bising, seketika mereka tersadar dan Dewi
langsung bangun dari pangkuan Bian.
Sungguh hari ini Dewi sangat malu dengan semua yang terjadi
rasanya ia tidak memiliki muka untuk memperlihatkan pada Bian lagi.
Membalas ciuman pria yang bukan siapa-siapa sungguh
memalukan, apalagi pria tersebut atasan sendiri.
Bian merasa ini bukanlah hal yang besar, ia sering melihat
hal secara live seperti ini di luar sana, bahkan lebih agresif dengan apa yang
di lakukan saat ini.
Bian langsung menggandeng tangan Dewi meninggalkan cafe, ia
sadar saat ini Dewi pasti malu dengan kejadian barusan.
"Masuklah." Perintah Bian pada Dewi.
"Iya."
Sekarang keduanya telah berada di dalam mobil, namun mesin
mobil masih belum hidup karena sengaja tidak di hidup, kan Bian.
Dewi masih terdiam, kejadian tadi membuat ia tidak punya
keberanian menatap atau berbicara pada Bian. Kini ia pasrah jika Bian berpikir
buruk dengan balasan ciumannya tadi.
"Maaf." Ucap Bian.
"Maaf untuk?" Bingung Dewi.
"Ciuman tadi."
"Bapak tidak salah, semua ini salah saya. Jika tadi
saya tidak jatuh semua tidak akan seperti ini." Kata Dewi tanpa menoleh,
ia masih tidak memiliki keberanian menatap Bian.
"Jika bicara pandang orang nya."
"Iya Pak." Dewi perlahan mengangkat kepala.
"Lihat sini." Perintah Bian pada Dewi.
Sekarang wajah Dewi menghadap pada Bian. Ia dapat melihat
jelas tatapan ragu Dewi.
"Saya akan tanggung jawab dengan ciuman tadi."
Ucap Bian. Perkataan nya seakan menjadi sambaran petir bagi Dewi yang mendengar
nya.
Dewi melongo tidak percaya dengan apa yang di dengar
barusan. Tanggungjawab? tanggungjawab apa yang di maksud Bian? kenapa perasaan
nya menjadi tidak enak begini.
Melihat wajah serius yang di katakan Bian, Dewi membuka
suara bertanya." Maksud Bapak, tanggungjawab apa?"
"Saya akan menikahi kamu."
"Apa?" Kaget Dewi dengan mata terbelalak.
"Apa ada masalah, ini bentuk tanggungjawab saya. Saya
tidak ingin di bilang pria bej** yang hanya ingin enaknya saja."
"Tidak. Bapak tidak perlu menikahi saya. Lagi pula ini
hanya kecelakaan. Ciuman bukan hal besar yang menyebabkan kehamilan. Ciuman
hanyalah masalah kecil yang di lakukan kedua pihak tanpa kesengajaan. Jadi mari
kita lupakan saja, anggap masalah ini tidak pernah terjadi." Ucap Dewi
tegas penuh keyakinan.
Dewi tidak ingin menikah tanpa cinta, baginya menikah adalah
suatu hubungan yang sakral bukan main-main. Menikah sekali seumur hidup,
menikah bukan karena bentuk tanggungjawab, tapi menikah karena perasaan cinta
ingin selalu bersama dalam susah maupun senang.
Menikah tanpa cinta, sama saja membangun rumah tanpa
fondasi. Dan hal itu tidak ingin Dewi lakukan.
"Apa hanya itu alasan kamu? atau....?" Bian
menggantungkan perkataan nya dan menatap Dewi.
"Iya, saya tidak ingin menikah karena bentuk
tanggungjawab, bagi saya menikah adalah komitmen seumur hidup karena cinta,
bukan tanggungjawab. Bapak pikir menikah, mendapat gelar istri itu seperti
mendapat penghargaan? Jika benar seperti itu, Bapak salah besar." Ucap
Dewi paham apa perkataan yang di gantung Bian.
"Saya tidak berkata seperti itu? kamu jangan salah
paham dulu."
"Jadi maksud Bapak seperti apa?"
"Jujur setelah mengenal kamu lebih lama, saya merasa
nyaman, entah perasaan apa yang saya rasakan sekarang, saya tidak tau. Tapi
satu hal yang pasti perasaan ini hadir bukan karena ciuman. Perasaan ini hadir
sejak lama, hanya saja saya yang baru menyadari." ungkap Bian.
Perhatian Dewi selama lima bulan membuat ia menyadari
perasaan nya. Dulu ia sempat berpikir ini hanyalah perasaan biasa, tapi semua
tidak bisa di sangkal, cinta datang dan tumbuh tanpa di sadari.
Sekarang ia yakin telah jatuh cinta sama Dewi. Wanita yang
ocehannya sudah seperti petasan boom, kini mampu mengguncang hatinya.
"Maksud Bapak?" Tanya Dewi, lagi dan lagi mata nya
di buat terbelalak dengan perkataan Bian.
Perkataan Bian kali mampu membuat nya seperti orang bodoh
yang tidak percaya dengan apa yang baru di dengar………(Bersambung Bab 133 )
Posting Komentar untuk "Bab 132 Pernikahan Di Atas Kertas "