Bab 114 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 114
![]() |
Dewi melihat Bian tidak marah dengan kecerobohan nya menatap
tabjuk pria di depannya ini, mungkin wajah nya masih sama menampilkan
keseharian dingin tak tersentuh, tapi siapa sangka di balik sikapnya ini, ada
sisi pemaaf.
"Astaga mimpi apa semalam gue, kenapa Pak Bian jadi
baik begini. Tapi ada bagusnya sih, gue gak akan kena semprot." Bahagia
Dewi dalam hati.
Kesalahan nya ini di maafkan Bian begitu saja, pikirnya ia
akan kena amukan macan tutul dan langsung di lempar ke kulkas ikutan dingin
seperti nya, namun keberuntungan berpihak padanya.
"Tidak Pak, semua nya sudah saya keluarkan. Tapi Bapak
tidak apa-apa kan? apa bapak demam atau dokumen saya mengenai kepala bapak
hingga geger otak" Tanya Dewi meletakkan tangan di dahi Bian tidak panas,
apa mungkin geger otak.
Bian sudah berusaha menahan rasa kesal nya sejak tadi, namun
sekarang tidak bisa ia tahan lagi. Semakin baik, ia terus di uji dengan Dewi.
Sekarang ia berpikir wanita seperti apa di hadapan nya ini? kenapa sungguh
cerewet. Ia bersyukur adiknya tidak seperti karyawan di depannya ini.
"Lepas tangan mu darin jidat saya!" Marah Bian
kesal, beraninya Dewi asal bicara seperti ini."Lain kali fokus perhatikan
jalan, jangan ngoceh tidak jelas. Kaki di ciptakan untuk berjalan dan mata
untuk melihat arah kaki melangkah, bukan sebaliknya." Sambung nya lantang,
terlihat jelas dari wajahnya merah.
"Maaf Pak, saya ceroboh. Tapi dari mana Bapak tau saya
sedang mengoceh? apa Bapak memperhatikan saya?" Tanya penasaran Dewi dari
mana Bian tau. Omelan nya saja dalam hati, bagaimana bisa ada yang dengar kalau
tidak sedang memperhatikan.
Dewi tidak takut dengan amarah Bian, bahkan melempar
pertanyaan membuat nya melongo tidak percaya.
"Kamu kira saya tidak ada kerjaan yang lebih penting
dari memperhatikan mu. Jangan besar kepala siapa kamu hingga saya harus
memperhatikan? cewek saya juga apalagi adik!" Sinis Bian menatap tak
bersahabat.
"Ck, apalagi saya Pak, menjadi adik Bapak saja saya
tidak mau, apalagi jadi kekasih. Maaf maaf ya, saya kasihan sama Qila punya kakak
seperti Bapak, syukur-syukur Qila gak sama seperti Bapak, kalau iya gak betah
sama berteman nya." Balas Dewi tak kalah sinis dari Bian.
Entah kenapa Dewi tidak takut, ia kesal mendengar perkataan
Bian, dia pikir dirinya mau gitu jadi pacar es balok? idih ogah. Mending Jomblo
seumur hidup dari pada punya pacar seperti pria tak ada hangat nya.
Dewi menyesal dan menarik semua pujian nya tadi. Bian pria
es balok tidak ada sisi lembut, hangat atau pemaaf. Kalau es balok akan tetap
menjadi es balok tidak akan berubah.
"Dih, gue juga ogah sama loh, mau kaya harta gak
habis-habis gue pikir 100x. Tampang boleh iya, mulut pedas kayak cabe."
Batin Dewi menatap balik awal permusuhan.
"Bagus jika kamu sadar, lagian saya tidak sudi memiliki
pacar atau adik kayak kamu, yang ada seharian saya bisa stress. Mending mulai
sekarang kamu batasin pertemanan dengan Qila. Saya tidak ingin kamu mencuci
otak Qila." Sindir Bian, mulut nya seakan sebelas - dua belas dengan silet
tajam.
Dewi mengepal kedua tangan kesal dengan perkataan Bian,
ingin saat ini juga ia menonjok mulut pedas nya. Sekalian bungkam tidak bisa
berbicara.
"Kenapa menatap saya seperti itu? Sana perhatikan di
bawah, jangan mengotori lantai dengan bawaan kamu, kasihan cleaning servis
sudah bersusah payah bekerja kamu hanya bisa mengotori." Kata Bian, lalu
berjalan tidak peduli dengan tatapan Dewi padanya.
"Ah, dasar es balok, syukur atasan kalau tidak sudah
gue tonjok." Ucap Dewi kesal menghentakkan kaki.
****
Aqila menceritakan semua pembicaraan nya bersama Farel pada
Arka, hingga dirinya merasa tidak enak.
"By, apa aku salah? apa aku tidak berhak berkata
seperti itu?" Tanya Aqila.
"Tidak sayang, kamu tidak salah, kamu juga berhak
berkata seperti itu, tapi kamu harus bisa merasakan di posisi Kak Farel saat
ini, luka hati tidak bisa di obati dengan mudah meski sudah melalui banyak
tahap, karena luka hati bisa di obati dengan ada nya hambatan hati, seperti aku
sekarang ini. Sebenarnya dengan bergulir nya waktu bisa menyembuhkan luka hati,
tapi semua tergantung pada masing-masing orang ingin berusaha atau ingin
seperti ini." Bijak Arka.
"Jadi maksudnya, Kak Farel tidak ingin berusaha membuka
hati?" Memastikan penjelasan Arka setelah ia simpulkan.
"Bisa dikata seperti itu, masing-masing manusia punya
cara menyembuhkan luka hati, begitu juga dengan Kak Farel dan aku." Jawab
memandang Aqila mengangguk paham.
"Kalau gitu hanya ada satu cara agar Kak Farel membuka
hati." Ucap Aqila yakin tidak lupa dengan senyum manis ia pertunjukan
sebagai hadiah untuk Arka sudah memberi penjelasan, hingga ia dapat solusi dari
masalah ini.
"Jangan senyum seperti itu sayang, kalau aku khilaf
gimana?" Goda Arka tidak sanggup melihat manis nya senyuman Aqila seperti
gula.
"Apaan sih By, ini kantor jangan macam-macam, kalau
dilihat karyawan lain bisa jadi contoh tidak baik untuk mereka." Tegur
Aqila takut Arka benar nekad, mengingat acara pembukaan beberapa hari yang
lalu, betapa nekad nya Arka, membuat ia khawatir Arka kembali mengulangi, saat
ini mereka hanya berdua tidak menutup kemungkinan Arka melakukan nya.
"Tergantung iman ku sayang, jadi stop merayu ku dengan
senyuman itu, atau." Arka sengaja menggantung perkataan nya agar Aqila
penasaran.
"Atau apa?" Tanya Aqila menatap Arka yang
tersenyum jahil padanya.
"Atau, kita...." Arka langsung menindih Aqila.
Aqila yang duduk menghadap Arka mendapat tindakan dadakan
seperti ini, tanpa sengaja mundur hingga terjatuh di bawah sofa membuat Arka
mudah menindih nya.
"By, apa yang kamu lakukan." Gugup Aqila, wajah
keduanya berdekatan, ia dapat mendengar hembusan nafas memburu milik Arka.
"Sudah aku bilang sayang, jangan tebar senyuman pada
ku, jika sudah begini jangan salahkan aku, salahkan saja senyuman mu kenapa
sangat manis." Gombal Arka senang melihat wajah gugup Aqila.
Entah kenapa melihat wajah Aqila malu-malu kucing seperti
ini membuat nya suka. Diluar nya saja kelihatan tegar, tapi dalam nya lemah.
"Siapa yang tebar senyuman By?"
"Kamu." Arka mengelus pipi lembut Aqila, setelah
balik dari Amerika kedua pipi Aqila sedikit membengkak. Hal tersebut membuat
Arka suka dan selalu mengelus.
"By, bagaimana kalau karyawan lain lihat? masa atasan
beri contoh tidak baik pada bawahan nya?"
"Kamu benar, kalau gitu kita pulang lakukan di rumah
gimana?" Bisik Arka tepat pada telinga Aqila.
"Kerjaan ku masih banyak. Gak bisa pulang begitu saja,
By."
"Kalau gitu, kita lakukan disini." Senyum Arka
yakin, Aqila pasti cemas dengan perkataan nya dan memilih pulang.
"Hmm, baiklah kita pulang." Pasrah Aqila tidak
ingin Arka nekad………(Bersambung Bab 115
)
Posting Komentar untuk "Bab 114 Pernikahan Di Atas Kertas "