Bab 113 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 113
![]() |
Arka mengendarai mobil dengan kecepatan full, tidak
memperdulikan keselamatan dalam mengemudikan, ia terus menyalip setiap
kendaraan yang menghalangi jalan nya.
Otaknya tak bisa berpikir jernih selain mengkhawatirkan
keadaan Aqila.
Kepalanya terasa ingin pecah tidak mendapatkan kabar dari
Aqila. Dalam diam nya tidak berhenti ia berdoa agar semua baik-baik. saja.
"Semoga kamu baik-baik saja Qila." Ucap Arka
menambah kecepatan mobilnya.
Hanya butuh 25 menit ia tiba di kantor Aqila, menyalip semua
kendaraan di jalan yang menghalangi nya, tidak ia peduli kan mendapat bonus
sumpah serapah pengendara lain pada nya.
Arka langsung menghampiri Aqila. Semua karyawan melihat
kedatangan suami pimpinan mereka memberi tunduk hormat.
Tiba di depan pintu, ia segera mendorong masuk dan mendapat
Aqila tunduk dengan kedua tangan dilipatkan sebagai tumpuan sandar nya. Meja
yang padat tidak mungkin ia jadikan tumpuan sandar, bukan mendapat sandaran
enak, tapi sandaran pahit.
Arka berjalan mendekati Aqila.
"Qila." Panggil nya.
Mendengar suara begitu familiar di telinga nya, Ia bangun
mengangkat naik wajah memandang pria yang kini telah terukir di hati nya.
"By, kamu di sini sejak kapan?" Tanya Aqila
memandang Arka, saat ini ia membutuhkan teman ngobrol untuk meluapkan semua
kegundahan di hati nya.
Pemikiran yang di penuhi rasa bersalah. Aqila merasa sudah
mencampuri masalah pribadi Farel. Berulang kali berpikir dengan tindakan nya,
ia merasa tidak ada hak berkata seperti itu, mengingat ia baru beberapa tahun
bertemu keluarga kandung nya, membuat pikirannya tidak harus berbicara seperti
tadi.
"Barusan. Kamu kenapa sayang? kenapa telpon ku tidak di
angkat? aku cemas takut kamu kenapa-napa." Jawab Arka merangkul Aqila berjalan
pindah tempat duduk.
"Maaf sudah membuat mu cemas. Aku tidak tau ada
panggilan masuk." Jujur Aqila tidak menyadari, fokusnya tadi pada Farel.
Arka menatap Aqila seperti tidak biasa wajah lesuh, tak
bersemangat.
"Kamu kenapa sayang? apa semua baik-baik saja?"
Pandang Arka, melihat Aqila sedikit berbeda.
Aqila tidak menjawab ia langsung menyambar peluk di dekapan
Arka, sekarang yang ia perlukan ketenangan. Tidak ada yang di butuhkan saat ini
selain berada di posisi yang bisa membuat nya nyaman.
"Apa yang terjadi Qila? katakan padaku siapa yang
membuat kamu seperti ini, biar aku beri pelajaran." Marah Arka melepaskan
pelukan Aqila, wajah nya sangat merah karena amarah.
Tatapan nya lekat pada Aqila, namun wanita yang di pandang
diam tak bergeming, tidak ada kata yang di ucapkan pada mulut.
Menatap cerewet dan salah mengartikan kondisi nya, Aqila
sedikit terhibur ternyata pria di depannya sangat mencemaskan nya.
"Qila jawab? jangan diam seperti ini! Apa yang terjadi?
siapa yang membuat kamu seperti ini?" Tanya beruntun Arka seperti rel
kereta api.
"By, aku tidak apa-apa. Jangan cemas seperti ini."
Ucap Aqila membuka suara menatap menyakinkan Arka.
"Kamu yakin?" Tanya memastikan Arka menatap balik
Aqila.
"Iya By. Aku hanya butuh kamu di sisi ku saat
ini." Jawab Aqila sambil tersenyum.
Arka langsung menarik Aqila membawa di dalam dekapan nya.
Kata-kata Aqila seakan membuat ia adalah pria berarti dalam hidup nya.
Kata-kata yang dapat membuat ia seketika ingin terbang.
"By, apa aku salah menginginkan yang terbaik untuk
kebahagiaan Kak Farel?" Tanya Aqila masih berada di pelukan Arka.
"Tidak, itu adalah hal yang wajar bentuk kasih sayang
adik untuk sang kakak." Jawab Arka bijak.
"Apa begitu sulit melupakan seseorang yang dulu sangat
berarti dalam kehidupan. Bahkan menghabiskan waktu berdua selalu bersama,
kedekatan nya seperti lem sulit di pisahkan. Apa akan berbekas dan menjadi
trauma jika ketahuan selingkuh?" Tanya Aqila.
Arka yang sedang membelai rambut lembut Aqila seketika
menghentikan tangannya. Ia kaget dan bingung kenapa dengan Aqila mendadak
berkata seperti ini, apa sekarang diri nya sedang mengingat masa lalu.
Pikiran nya salah mengartikan maksud Aqila. Ia berpikir jika
Aqila sedang mengungkit masa lalu nya bersama Siska.
"Kenapa berkata seperti itu? apa kamu sedang membahas
masa lalu ku bersama Siska?" Tanya Arka merasa arah pembicaraan ini
mengarah pada masa lalunya.
"Tidak By." Aqila menggeleng kepala, sebab ia lupa
posisi Farel dan Arka sama, tapi beda nasib dan pemikiran saja.
"Kalau bukan aku siapa?" Tanya Arka yang tidak tau
siapa yang di katakan Aqila.
***
Dewi, bangkit dari duduk nya, sekarang ia harus menyerahkan
semua berkas, namun langkah nya kembali berhenti mengingat saat ini Farel tidak
berada di tempat.
"Aduh, kenapa gue bisa lupa sih." Menepuk dahi. Ia
kembali berpikir bagaimana berkas ini bisa menghilang dari mejanya, melihat
banyak dokumen membuat ia gagal fokus, sungguh dokumen menyebalkan.
"Ahai." Ucap Dewi seketika mendapat solusi.
Ia berjalan keluar membawa tumpukan berkas, rencananya saat
ini ke ruangan Tiara menitip kan nya.
Dalam perjalanan, mata nya sedikit terhalang dengan tumpukan
dokumen yang tinggi hampir sejajar dengan kepala.
Baru beberapa langkah berjalan sambil mengomel tidak jelas
dalam hati, Dewi menabrak seseorang.
Brukk..
Semua bawaan Dewi jatuh tercecer. Tanpa mengetahui siapa
orang yang di tabrak benar atau salah, ia langsung memarahi, mengeluarkan
unek-unek dengan mata memandang dokumen terjatuh berserakan.
Dewi kesal, susah payah ia membawa dengan hati-hati, dengan
mudah sekarang jatuh.
"Kenapa jalan tidak hati-hati, lihat sekarang barang
bawaan saya jatuh berceceran. Apa mata kamu buta? saya memikul semua dokumen
ini penuh perjuangan dengan mudah kamu jatuhkan. Saya tidak mau tau sekarang
ambil!" Marah Dewi masih memandang ke bawah lantai melihat nasib dokumen
nya.
Melihat tidak ada pergerakan pertanggung jawaban dari orang
tersebut. Dewi menghembus nafas kasar, perlahan mengangkat kepala, betapa kaget
saat melihat orang di hadapan nya adalah Bian.
Nyali nya mendadak menciut, ia mengutuk dirinya kenapa tidak
sadar jika orang tersebut Bian, kenapa asal cerocos memarahi. Jika sudah
begini, apa yang harus ia katakan, mulut lancang nya sudah memaki dan
menyalahkan Bian, tanpa tau ini juga kesalahan nya.
"Bodoh nya loh Dewi, kenapa gak lihat dulu siapa orang
nya. Mama, Papa tolong Dewi. Suasana di sini dingin, bisa beku jika seperti
ini." Takut Dewi sedikit alay, ia tidak berani menatap Bian.
Bian diam dengan semua umpatan amarah Dewi, tak sekali ia
berkata membela diri. Memandang wajah wanita yang terus saja mengoceh tidak
jelas, membuat kepala nya pusing. Ia pria yang tipikal tidak banyak omong,
sekali bicara langsung inti tanpa basa-basi, namun semua berbeda dalam
lingkungan keluarga.
"Apa begitu saja amukan kamu? atau masih ada yang ingin
kamu keluarkan? keluarkan saja tidak apa-apa." Ucap Bian, seketika Dewi
mengangkat kepala kaget mendengar respon nya, ia berpikir jika Bian tidak
marah, dan dugaan nya selama ini salah menilai buruk, ternyata pria di depan
nya tidak buruk amat, masih ada sisi baik………(Bersambung Bab 114 )
Posting Komentar untuk "Bab 113 Pernikahan Di Atas Kertas "