Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 112 Pernikahan Di Atas Kertas

Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya.

Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas, Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini

Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 112


Mendengar pertanyaan Aqila seperti tidak yakin dengan perkataan nya, membuat Farel memijit pelipis nya.

Entah apa yang terjadi dengan adik nya ini. Pertanyaan nya seperti harus menjawab Ya.

"Qila, kakak serius, apa wajah kakak ini terlihat seperti sedang berbohong?" Menatap Aqila yang menatap balik Farel mencari kebenaran dari matanya.

Aqila terus memandang, mencari kebenaran. Ternyata semua yang di katakan Farel benar, ia tidak melihat sedikit cinta di matanya. Aqila sedikit kecewa, kenapa kakak nya susah membuka hati, tidak semua wanita sama.

Melihat raut wajah Aqila berubah setelah menatap nya, membuat ia bingung, tadi ngotot sekarang melow. Apa semua wanita seperti ini? pikir Farel.

"Kamu kenapa Qila?"

"Tidak, Qila hanya berharap kakak bisa membuka hati kembali. Tidak semua wanita sama seperti apa yang kakak pikirkan." Kata Aqila memandang menyakinkan Farel terdiam mendengar ucapannya.

"Qila ingin melihat kakak bahagia." Sambung Aqila, ia sedih akan trauma kakak nya pada wanita.

Semua cerita tentang kekasih Farel sudah ia dengar dari Bian dan juga Mommy. Ia dapat merasakan sakit seperti apa yang di rasakan Farel, karena ia pernah berada di posisi nya.

"Kakak sudah bahagia sekarang, cukup kamu selalu berada di sisi kakak, itu sudah lebih dari cukup." Kata Farel paham arah pembahasan Aqila, namun ia tidak ingin membahas sesuatu yang sangat ia benci.

"Kak, ini beda. Qila ingin kakak punya pendamping yang siap menemani kakak susah dan senang. Please kak, cobalah membuka hati, jangan seperti ini." Pinta Aqila berharap Farel mengabulkan keinginan nya, ia sedih setiap mendengar keluh kesah mommy nya tentang Farel.

"Maaf Qila untuk kali ini Kakak tidak bisa mengabulkan permintaan kamu, ini masalah hati, tidak mudah melupakan sesuatu yang pernah melukai kita sedalam laut." Ucap Farel menolak permintaan Aqila, ia ingin membuka hati, namun peristiwa buruk itu selalu terngiang-ngiang di benaknya. Hingga akhirnya ia menyerah dan menutup rapat pintu hatinya.

"Kenapa Kak? apa karena mantan kekasih kakak itu? Please kak, sekali ini jangan egois, kasihan Mommy dan Daddy. Kakak gak tau betapa khawatir mereka memikirkan kakak, tanpa mengenal waktu pagi dan malam. Semua itu karena mereka sayang sama Kakak. Qila berharap Kakak bisa mengerti, semua yang Qila katakan ini bukan mewakili Mommy atau Daddy, tapi ini murni dari lubuk hati Qila karena sayang sama kakak." Jelas Aqila memandang Farel.

"Maaf, keputusan kakak sudah bulat. Terima kasih sudah sayang sama Kakak, tapi kakak tidak membutuhkan wanita manapun untuk hadir dalam kehidupan Kakak." Tolak Farel keras kepala.

Aqila tidak bisa berkata apapun, ia yakin luka yang diberikan mantan kekasih kakaknya pasti sangat dalam, hingga sulit bagi Farel berdamai dengan hatinya.

Ia tidak tau, apa luka Farel lebih dalam dari nya. Namun ia berdoa agar Farel segera sadar tidak semua wanita sama, bahkan dirinya juga pernah berpikir jika semua pria sama seperti dugaan yang ada pada otak Farel. Hingga akhirnya waktu lah yang membuktikan jika tidak selama nya pria jahat selalu jahat, sama hal nya dengan wanita, tidak semua wanita sama dengan wanita yang satu.

"Jika hanya ini yang ingin kamu katakan, Kakak keluar dulu." Pamit Farel tidak ingin membuat Aqila kecewa.

"Iya." Hanya satu kata yang keluar dari mulut Aqila.

Farel melangkah pergi dari hadap Aqila.

Setelah kepergian Farel dari ruangan nya. Aqila diam termenung berpikir ulang, apa semua yang di katakan tidak berlebihan.

Ruangan mendadak, ikut merasakan kegundahan hati dan pikiran Aqila.

Hati yang tak tenang dan pikiran yang merasa bersalah dengan semua perkataan nya.

Aqila menghembus nafas kasar, menunduk kepala yang mendadak pusing, ia tidak semangat melanjutkan pekerjaan. Mood nya hilang hanya ada rasa malas untuk bekerja.

Mematikan komputer, ia langsung menyandarkan kepala pada kursi.

***

Tiba di ruangan Farel mendudukkan bokong pada kursi. Mengacak frustasi rambut, kenangan lama kembali teringat.

"Ahhhk." Teriak Farel membanting sembarang dokumen yang berada di meja.

"Kenapa kamu menanyai ini Qila? Bertahun-tahun kakak bersusah payah melupakan kenangan buruk ini, kamu kembali datang membuka." Sedih Farel.

Keadaan inilah yang sangat membuat nya hancur terpuruk, di saat lagi cinta-cinta nya, bahkan di hari sebelum melaksanakan pernikahan, ia melihat kekasih nya berselingkuh.

"Maaf... maaf... kakak gak bisa kabulkan permintaan kamu Qila." Lirih Farel lemas.

Mencintai seseorang kadang membuat kita buta, rela melakukan apa saja demi kebahagiaan nya, tanpa tau jika perasaan cinta kita di balas tulus atau hanya permainan pemanfaatan.

Cinta bukan sekedar perasaan yang ada, cinta tentang kenyamanan berada di samping, siap menemani suka dan duka. Suka kebahagiaan bersama, duka kebahagiaan salah satu, tapi berbagi agar dapat merasakan apa yang di rasakan pasangan kita.

Ingin berada di samping, tapi tidak ingin menjalani duka, itu bukan lah cinta.

Farel bangun berjalan mendekati jendela dan memandang langit biru yang cerah, namun tidak dengan hati nya gelap.

****

Arka yang sedang bekerja, mendadak kepikiran sama Aqila, entah kenapa firasat nya mengatakan jika sesuatu terjadi pada Aqila.

Meraih ponsel dari meja segera menghubungi Aqila. Berulang kali menelpon tidak ada jawaban, rasa khawatir nya makin besar, ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Aqila, mengingat ancaman Siska saat itu membuat ia was-was dengan keselamatan Aqila.

"Sayang, kamu di mana kenapa tidak mengangkat telpon ku, jangan membuat ku khawatir seperti ini." Ucap Arka kembali menghubungi Aqila. Panggilannya masih sama terhubung tapi tidak di angkat.

Rasa khawatir dengan keadaan Aqila saat ini susah di hubungi membuat nya tak tenang, Ia meraih jas dan berjalan keluar ruangan.

Yudha berpapasan dengan Arka, niat nya tadi ingin menemui Arka, namun tidak jadi karena bertemu di lobi.

"Pak, ada klien yang ingin bertemu." Ucap Yudha formal.

"Loh handle saja, gue ada urusan penting. Jangan banyak protes kalau tidak mau gaji di potong 40%." Ancam Arka, yakin mendengar perkataan nya pasti akan protes, namun dengan adanya ancaman di kata akhir Yudha pasti tidak bisa berkutik.

"Baiklah." Pasrah Yudha tidak bisa bantah.

Sungguh licik Arka menyelipkan ancaman di akhir kalimat perintah. Yudha yang awal ingin protes menunda aksi protes. Memilih jalan aman yaitu menuruti.

Melihat wajah tegang Arka saat ini, dapat ia tebak saat ini ada masalah penting.

"Bagus." Kata Arka, lalu berjalan meninggalkan Yudha berdiri mematung pasrah, atasan bebas melakukan apa saja, dan bawahan yang akan kena getah dari kebebasan.

Yudha menghembuskan nafas kasar."Nasib jadi bawahan selalu begini tidak pernah bisa memilih." Gumam nya memandang kepergian Arka semakin jauh dari tempatnya.

Setelah tidak melihat bayangan keberadaan Arka, ia menuju ruang meeting menemui klien. Terpaksa dengan beribu kepintaran, ia harus mencari alasan yang cocok untuk kepergian Arka yang sudah menjadi kebiasaan meninggalkan meeting………(Bersambung  Bab 113 )

Posting Komentar untuk "Bab 112 Pernikahan Di Atas Kertas "