Bab 72 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 72

Aqila kini sudah kembali berada di kantor, kejadian tadi
membuat diri nya menjadi bahan obrolan panas bagi karyawan perusahaan yang
melihat.
Aqila menganggap obrolan mereka seperti angin lewat,
berbicaralah sepuas yang mereka mau, jika bosan juga pasti berhenti sendiri.
Aqila melewati mereka dengan senyum sebagai balasan dari
arti tatapan mereka. Dia tak sedikit membalas perkataan mereka dengan balasan
tajam juga.
Saat masuk diruang kerja, betapa kaget Aqila melihat kedua
sosok pria duduk anteng di sofa menatap kedatangan nya.
Aqila mengelus dada saking terkejut melihat penampakan,
bukan penampakan buruk rupa menakutkan melainkan penampakan pria tampan.
"Kakak kenapa ada di ruang ku? bukannya berada di ruang
sendiri?" Tanya Aqila berjalan mendekati keduanya.
"Kami khawatir tidak menemukan keberadaan kamu, setiap
ruangan sudah kami cari tapi tidak juga menemukan, hingga tidak sengaja ada
salah satu karyawan memberi tau kepada Bian, jika kamu jalan berdua sama
Arka." Jelas Farel memandang Aqila yang kini sudah duduk di samping nya.
"Iya kak tadi Qila berbicara sama Arka di cafe sebelah
kantor tidak enak bicara di sini. Semua mata karyawan terus memandang kami dan
Hal itu tidak nyaman bagi Qila, hingga Qila mengajak ngobrol di tempat
lain."
"Ngapain Arka datang menemui kamu? Darimana dia tau
kamu berada di sini?"
"Qila juga tidak tau soal itu karena Qila gak nanyain,
Tapi yang Qila tau kedatangan nya kemari untuk meminta kesempatan memperbaiki
semua."
Mendengar kata kesempatan. Farel dan Bian kompak
berkata."Tidak." Tolak keras memberi kesempatan.
Aqila mendengar kata yang kompak dalam ucapan kedua kakak
nya langsung memandang bergantian.
"Kak Farel dan Kabin kenapa kompak begini? apa salah
Qila memberi kesempatan kedua pada Arka. Jika dia tidak mengguna baik kan
kesempatan yang Qila berikan, Qila tidak akan memberi kesempatan lagi."
"Tidak, dan akan selalu tidak!" Lantang lagi kedua
kompak.
"Ayolah Kak apa salah nya memberikan kesempatan kedua,
semua orang berhak mendapatkan nya, tidak ada manusia yang bersih akan
kesalahan, semua orang pasti melakukan kesalahan, tapi hal yang membedakan
adalah cara dalam melakukan kesalahan itu yang beda."
"Kakak tau itu, tapi Arka tidak pantas di beri
kesempatan kedua setelah apa yang di lakukan Arka sama Kamu tidak bisa di
toleransi kan? kenapa kamu begitu mudah memberi kesempatan, apa saja yang dia
katakan sama kamu hingga tercuci dan begitu mudah berpindah haluan?"
"Tidak ada Kak, Arka tidak mencuci otak Qila, tapi Qila
hanya coba berpikir apa salah memberi kesempatan, bukannya semua manusia berhak
mendapatkan itu, jika ada seseorang yang benar-benar ingin berubah."
"Tetap Kakak tidak setuju, apa yang akan kamu lakukan
jika memberi kesempatan kedua? besok juga kamu akan meninggalkan Indonesia dan
melanjutkan pendidikan di Amerika, jadi Kakak pikir tidak perlu memberi
kesempatan kedua, tetaplah seperti ini cari pria lain, Arka tidak pantas untuk
kamu yang baik dan cantik ini."
Betapa keras kepala Farel terus menentang membuat Aqila
pusing hal apa yang harus dia katakan untuk membuat kedua kakaknya mengangguk
iya.
Bian tidak berkata apapun dia sama seperti Farel menentang
keras tidak setuju Aqila memberi kesempatan kedua untuk Arka.
"Yah sudah kalau kakak tidak setuju, Qila akan bicara
sama Daddy dan Mommy."
"Katakan saja sekarang, Mereka juga bakal sependapat
dengan kami." Tantang Farel menatap ejek Aqila yang kesal.
Aqila tidak lagi berkata dia memilih diam berjalan menuju
kursi kerja nya, dan mengalihkan pandangan pada dokumen.
Jika terus berdebat meminta izin pasti akan tetap sama
tidak.
"Qila, kakak lakukan ini karena kakak sayang sama kamu,
kakak tidak mau Arka menyakiti kamu lagi."
Aqila diam tidak menggubris ucapan Farel.
Bian yang hanya menyimak sejak tadi akhirnya membuka
suara." Qila jangan terlalu forsi sama kerjaan ingat besok kita akan
segera berangkat. Kakak tidak ingin kamu sakit." Pandang nya melihat Aqila
mengotak-atik komputer dengan beberapa kali membolak-balik mencari file yang di
perlukan.
"Iya kak." Jawab Qila tanpa menoleh, dirinya masih
sama fokus pada komputer.
Farel dan Bian bangun meninggalkan ruangan Aqila.
Setelah melihat kepergian Kedua kakak nya, Aqila segera
menghentikan aktivitas dengan merentang lebar kedua tangan.
"Huhft, apa yang harus ku perbuat jika semua seperti
ini." Gumam Aqila bingung pada semua yang di tentang keras kedua Kakak
nya.
Kedua mata kini menatap mengarah langit atap dengan
menyandar luas tubuh pada kursi empuknya.
Mengingat perkataan Farel, jika Daddy dan Mommy akan
sependapat membuat Aqila bimbang dan cemas, takut dugaan pikiran nya benar.
Jika semua dugaan nya benar tidak akan ada kesempatan kedua
lagi.
Tanpa terasa waktu terus bergulir berjalan maju, kini
menunjukkan pukul 4 sore waktu pulang kerja.
Sebelum pulang Aqila menghampiri Dewi sahabat nya untuk
pamit dan mungkin akan lama tidak ketemu.
"Hay Wi." Sapa Aqila memasuki ruang kerja nya.
"Hay juga, tumben jam pulang bukan nya pulang malah
mampir kesini, apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan, tidak mungkin kebetulan
kamu kesini." Tebak Dewi mengenal sifat sahabatnya ini.
"Kamu tau saja ada sesuatu yang ingin aku katakan sama
kamu, ini juga bakal jadi pertemuan terakhir kita." Kata Aqila mendadak
berubah menjadi sedih mengingat besok akan segera terbang dan tidak akan
bertemu sahabat baik nya.
"Kok kamu ngomong gitu, kayak mau pergi jauh
saja."
"Maaf aku baru kasih tau sekarang, besok aku akan
terbang ke Amerika untuk melanjutkan pendidikan ku."
"Apa? kenapa harus di Amerika?" Kaget Dewi melotot
kan mata pada Aqila.
"Ceritanya panjang, aku akan menceritakan semua jika
waktunya luang. Aku kesini hanya ingin berpamitan sama kamu." Kata Aqila
masih belum memberitahu siapa sebenar dirinya. Aqila berpikir akan memberitahu
saat waktu sudah tepat dan sekarang waktunya belum tepat.
Dewi yang tak bisa berkata mendengar perkataan Aqila
langsung menghambur peluk.
"Jangan pernah melupakan aku yah Qila, terus hubungi ku
kapan pun itu." Pesan Dewi tak dapat membendung air mata hingga tanpa
permisi meneteskan air mata.
***
Di sisi lain Arka yang menunggu pesan balasan Aqila gelisah
tidak jelas bolak-balik kanan kiri.
Yudha yang setia menemani Arka di ruang juga ikut pusing
melihat Mondar-mandir Arka tidak jelas setiap hitungan detik selalu menatap
ponsel.
"Aduh bro bisa kah sedetik saja tidak bolak balik, mata
gue sakit bahkan ingin keluar dari tempat saking pusing lihat lho mondar mandir
kayak cacing kepanasan. Asal lho tau, lho itu ibarat seperti ikan yang belum di
beri makan, akan selalu Mondar-mandir, tapi jika sudah di beri makan pasti akan
langsung tenang bahkan bisa bahagia."
"Mending lho diam saja kalau gak mau gaji di lho gue
potong." Ancam Arka kesal di ibarat kan sama seperti ikan.
"Selalu saja ini lagi, seperti di dunia ini hanya ada
satu kalimat itu saja atau mungkin dia saja yang tidak tau kalimat lain."
Gerutu Yudha asal, tanpa di sadari ucapan nya masih bisa di dengar Arka.
"Gue masih bisa dengar!"………(Bersambung Bab 73 )
Posting Komentar untuk "Bab 72 Pernikahan Di Atas Kertas "