Bab 51 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 51

Arka tidak berani membantah sekalipun membela diri, tatapan
orang tuanya seakan ingin menerkam hidup.
"Biarkan Qila bahagia, lepaskan, jangan menghalangi
dengan keegoisan mu, selama ini kemana sebelumnya?" Nasihat nya tidak
ingin Arka egois.
"Tapi Ma, sekarang Arka mengaku salah, Arka ingin
memperbaiki semuanya, please jangan lakukan ini sama Arka." Lirih Arka
memohon.
Wajah sendu rapuh tak bisa berbuat apa selain berkata
memohon. Permohonan nya sekali pun tidak di gubris bahkan tidak di anggap
penting.
Ada sedikit rasa sakit di hati Papa dan Mama melihat
permohonan anaknya, semarah apapun mereka bagaimana juga Arka anak kandung nya.
"Kasihan sekali kamu Nak, kenapa tidak dari dulu kamu
sadar, kenapa baru sekarang, Mama berharap kamu bisa menemukan kebahagiaan
tersendiri meski bukan bersama Qila." Batin sedih melihat keterpurukan
Arka.
"Arka, Papa tidak bisa membantu banyak, semua keputusan
ada ditangan Qila, Papa berharap kalian berdua bisa bersikap dewasa dalam
mengambil keputusan. Pernikahan bukan sekedar janji, tapi juga tentang
kepercayaan dan saling menjaga untuk tidak menyakiti dalam ucapan dan tangan."
Buka suara memandang Arka tunduk menyesal.
Aqila sedikit tersentuh dengan permohonan Arka, tapi dia
tidak ingin goyang dengan mulut manis, bisa saja semua ini hanya akting semata
untuk mengelabui untuk membatalkan gugatan, setelah di batalkan pasti akan kembali
menyakiti lagi entah lebih parah atau lainnya, Aqila sendiri tidak mengetahui
itu.
Ruang keluarga kini semakin riuh, tegang bercampur sedih.
Aqila yang keras pendirian, Arka memohon sedih permohonan. Hal ini seperti dua
orang yang sedang beradu argumen tentang menang dan kalah.
Art keluarga Dirgantara pun menyaksikan situasi bercampur
aduk. Mereka sedih dengan keputusan Aqila memilih pergi, tetapi keputusan ini
juga yang mereka inginkan dulu.
Mereka tidak tega melihat Nyonya Aqila terus di sakiti, meski
sabar dan keras tanpa diam jika dihina, tetap saja mereka tidak tega, Aqila
selalu kalah jika fisik sudah bergerak. Bagaimana juga main tangan pria akan
selalu memang dari wanita. Kekuatan Pria dua kali lebih besar dari kekuatan
wanita.
Aqila tidak bisa membalas apa lagi, selain diam dan berjalan
menyalim tangan kedua mertua dengan sopan pamit undur diri, lebih lama di sini
tidak membuat dia yakin untuk terus tetap kuat dengan pendiriannya.
"Pa, Ma, maaf jika selama menjadi menantu Qila banyak
melakukan salah. Qila harap ini bukan pertemuan terakhir." Aqila senyum
terpaksa meski senyum bohong, tapi dia berusaha keras agar tidak kelihatan
sedih dan rapuh dengan keputusan nya sendiri.
"Iya sayang, Hati-hati jangan pernah melupakan Papa dan
Mama sering lah bermain di sini meski hubungan kalian telah putus. Bagi Papa
dan Mama kamu akan tetap dan akan selalu menjadi anak, karena kami tidak pernah
menganggap kamu menantu." Ucap langsung menyambar peluk Aqila.
Hati yang tadi berpura kuat untuk tegar kini telah jatuh
rapuh. Mama Diana tidak pernah menganggap Aqila seperti menantu, melainkan
menganggap anak sendiri, sebab mereka hanya memiliki seorang anak berjenis
kelamin pria.
Kasih sayang mereka tulus dan besar kepada Aqila karena
sikap dan kepribadian yang begitu sopan.
Aqila membalas pelukan hangat dari Mama Diana, ternyata
pelukan ini sangat memilukan, karena tetesan cairan bening juga ikut bertaburan
di pelukan perpisahan.
Arka melihat kedua wanita yang di sayang saling berpelukan,
menjadi lebih teriris.
Papa Beni datang memberi kekuatan dengan memberi tepukan
sebagai seorang pria sejati.
Arka menoleh melirik Papa Beni dengan wajah sedih tak
semangat berkata lagi, terlihat dari mata berucap hidup nya kini tidak ada
arti.
Lima menit kemudian, Aqila mengendorkan pelukan dan menatap
Mama Diana lalu menghapus sisa cairan bening di wajah.
"Mama jangan seperti ini, Qila pergi bukan untuk
selamanya, Qila berjanji akan sering mengunjungi Mama dan Papa. Jaga kesehatan,
Qila akan sangat merindu kalian." Ucap Aqila lalu berjalan berpindah ke
arah Papa.
"Pa, Jaga Mama, jika terjadi sesuatu langsung hubungi
Qila." Lirih Aqila tak dapat membendung air mata, yang kini tanpa permisi
telah jatuh, ucapan nya seakan membuat diri sendiri ikut terjatuh sedih.
Papa Beni langsung memeluk Aqila dan menenangkan nya. Mereka
bersyukur bisa di beri kesempatan memiiki menantu seperti Aqila.
"Jangan pernah lupakan Papa dan Mama, bagaimana juga
kamu anak kami." Ucap nya menghapus air mata Aqila lalu berpindah mengelus
ujung rambut.
Setelah berpamitan Aqila mengambil koper, namun di tahan
Arka."Please Qila jangan pergi, beri aku kesempatan." Cegah Arka
memohon.
Aqila menepis kuat genggaman tangan Arka yang berpegang pada
Koper miliknya. Lalu berjalan tanpa memperdulikan Arka tidak menyerah memohon.
"Qila aku mohon." Kejar mengikuti langkah Aqila,
langsung di cegah tahan orang tuanya
"Sudah Arka biarkan Qila bahagia dengan keputusan nya,
bukanya selama ini kamu mengetahui betapa tersiksa nya Qila bersama kamu, jika
kamu benar ingin melihat Qila bahagia, lepaskan dan Ikhlaskan dia." Ucap
nasihat menggenggam tahan tangan putra nya tidak menyerah mencegah Aqila.
"Tidak Ma. Arka ingin memperbaiki semua ini, kenapa
Papa dan Mama tidak mendukung Arka ikut memohon meminta satu kesempatan pada
Qila? apa Papa dan Mama senang melihat Arka terpuruk seperti ini? Sebenar nya
anak Papa dan Mama siap sih? Arka atau Qila, kenapa tidak mendukung Arka, malah
mendukung Qila untuk pergi dalam kehidupan Arka." Frustasi Arka menuduh
sikap mendukung Orang tuanya kepada Aqila untuk meninggalkan nya.
"Sebelum menyalahkan Papa dan Mama, ngaca dulu, jika
tidak ingin semua ini terjadi, kenapa tidak berpikir sebelum melakukan ini. Dan
sekarang semua telah menjadi bubur kenapa jadi Papa dan Mama di salahkan dari
ulah hasil kamu sendiri." Bantah Papa Beni lantang membungkam Arka
seketika menciut tak berkata.
Arka langsung lari meninggalkan mereka menuju kamar. Tanpa
berkata membalas perkataan yang benar adanya.
Prakk...
Arka membanting keras pintu kamar dan mengunci rapat pintu
tanpa ingin di nganggu seorang pun.
Duduk tengkurap dengan menenggelamkan kepala masuk ke dalam.
Arka menyembunyikan kesedihan nya.
***
Aqila kini telah berada di dalam taksi, duduk termenung
memandang jalan yang di lewati dengan pikiran tak berada di sini melainkan di
tempat lain yang kini menjadi pr untuk Aqila sendiri.
"Apa benar kamu sudah sadar, tapi kenapa terlambat, dimana
selama ini di saat aku mencoba bersabar menunggu? kenapa baru sekarang saat aku
mulai cape dan memilih mundur untuk bertahan! Kenapa semua harus seperti ini?
kenapa lagi dan lagi jalan takdir ku seperti ini!" Batin sedih Aqila
termenung mengingat wajah Arka saat memohon serius meminta kesempatan.
Aqila menjadi bingung dengan keputusan yang di ambil. Di
satu sisi dia ingin memberi kesempatan, tapi di satu sisi dia takut semua hanya
alasan semata untuk nya berbohong untuk mengulang lagi.
Tiba-tiba ponsel Aqila berdering panggilan masuk..……(Bersambung
Bab 52 )
Posting Komentar untuk "Bab 51 Pernikahan Di Atas Kertas "