Bab 48 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 48

Aqila sedih harus berkata seperti ini kepada mertuanya.
Baginya mereka bukanlah Papa dan Mama Arka saja, tapi juga Papa dan Mama nya.
Aqila berjanji pada dirinya sendiri meski bukan lagi menantu
keluarga Dirgantara, dia akan tetap menyayangi mantan mertuanya sampai
kapanpun.
Setelah melalui perbincangan dan makan malam bersama dengan
suasana berbeda. Hidangan tetap di santap meski hati sedih, mood makan
berkurang, seperti ingin mengeluarkan makan yang sudah masuk di mulut.
Aqila melihat perubahan suasana dan mood mertuanya buruk.
Mencoba menghibur, tapi dia tak ingin menambah kacau jika hiburan nya hanya
janji manis yang tidak bisa di buktikan.
"Maafkan Qila, Jika saja Arka bisa berubah lebih cepat
sebelum ini. Qila pasti bisa mempertimbangkan semua nya, tapi sekarang tidak
bisa. Maaf." Batin sedih
Qila juga sama seperti Papa dan Mama sedih terasa berat
berpisah, dia sudah terlanjur sayang.
Perpisahan adalah suatu hal yang sangat menyakitkan antara
mereka yang sangat menyayangi. Tapi tidak dengan mereka menganggap tidak
penting.
Kehilangan bukan tentang pergi atau kembali lagi, kehilangan
adalah mengikhlaskan sesuatu yang pergi dan tak pernah berharap kecil kapan
kembali. Karena hal yang lebih menyakitkan saat berharap tapi tidak terjadi.
***
Kini Aqila telah kembali berada di kamar sambil mengepak semua
barang yang akan dia bawah besok, Aqila sudah mengabari Farel besok tidak masuk
kantor, lagi pula Aqila sekarang juga pemilik perusahaan.
Aqila mengisi satu persatu pakaian dengan rapi ke koper dan
berkas lainnya yang sempat di bawah dari rumah lama saat pindah ke sini.
Aqila tidak memberitahu siapapun jika sudah bertemu keluarga
kandungnya. Dia berpikir lebih baik menutupi saja, bukan karena tidak ingin
mengakui keluarga Adijaya keluarganya. Aqila malas membeberkan karena itu akan
sangat cepat menyebar.
Menatap seisi ruangan memberi banyak kenangan, meski tidak
memiliki kenangan indah di ruangan ini. Ruangan ini adalah saksi dari awal
kedatangan memasuki kamar dengan malam pertama di lantai kubik, meringkuk
kedinginan sendiri tanpa di selimuti. Di siksa tanpa belas kasihan dan semua
cacian yang sudah menjadi makanan sehari Aqila.
"Ini akan menjadi hari terakhir ku berada di ruangan
ini, selamat tinggal." Berdirinya bangun menyentuh setiap sudut di mana
menjadi kenangan setiap terpental atas pukulan Arka.
Tanpa sadar Aqila menjatuhkan air mata mengingat kenangan
buruk begitu teriris di hatinya. Semua teringat jelas saat berdiri di tempat
terjadi semua kenangan tersebut.
Butiran bening jatuh seperti gerimis hujan perlahan akan
menjadi besar. Namun sebelum semua menjadi berkelanjutan dia segera menghapus
air matanya menguatkan diri agar tidak lemah. Jadi kan semua mimpi buruk yang
tidak perlu di ingat kembali.
Aqila berjalan berpindah ke sudut tembok, tembok juga
menjadi saksi tersudut dirinya saat di cium paksa Arka untuk mengerjai nya.
Di Amerika Arka tidak sabar untuk segera balik, beberapa jam
merenung semua kesalahan yang di perbuat dia sadar sudah keterlaluan.
Hatinya ragu jika Aqila memaafkan dirinya.
"Apa Qila bisa memaafkan ku, apa masih ada kesempatan
kedua untuk aku memperbaiki ini." Ucap Arka ragu dengan wajah murungnya.
Bangun dan berdiri menatap langit malam, Arka melihat jelas
bintang kecil yang terang bertaburan di langit.
Harapan tak pernah pupus dan hancur dari benak, yakin bisa
di maafkan. Sebulan mengenal Aqila hidup bersama meski tidak ada kenangan
manis. Arka bisa mengingat ulang tidak ada sekali niat buruk atau jelek Aqila
terhadap nya selama ini.
Tok
Tok
Tok
Kedoran pintu tersebut mengangetkan lamunan Arka.
"Siapa yang datang tengah malam begini!" Bangun
Arka menutup balkon jendela berpindah membuka pintu.
Srek.
Terlihat jelas pintu terbuka wajah Yudha berdiri lurus
dengan menampakkan senyum termanis nya.
"Ngapain kesini?" Malas Arka langsung balik
meninggalkan Yudha.
Melihat kepergian Arka, Yudha segera masuk mengikuti langkah
sahabatnya.
"Ngapain ikut masuk? Jangan menghancurkan mood ku jika
tujuan tidak jelas." Ancam Arka.
"Yaelah belum di apain aja sudah di ancam, kenapa sih
lho main nuduh, gak baik su'udzon."
"Terus kesini ngapain?" Menakutkan alis bertanya.
"Emang perlu alasan menemui sahabat sendiri?"
Tanya balik Yudha.
Mendengar ucapan Yudha, Arka memutar balik mata jengah
alasan basih nya.
Pagi hari yang cerah dengan sinar matahari di atas kepala
menyinari dunia dengan cahaya terang memukau. Arka sudah bersiap untuk segera
berangkat ke bandara. Kali ini kebalikan nya ke Indo menggunakan jet pribadi
agar cepat tiba.
Yudha sudah bersiap sejak tadi, hanya saja Arka belum keluar
dari kamar nya. Bolak balik tidak jelas seperti menunggu sembako di buka.
Yudha mengumpat serapah kepada Arka selalu saja karet urusan
waktu.
15 Menit kemudian Arka keluar dan menghampiri Yudha setia
menunggu di depan pintu seperti seorang pengawal.
"Sudah siap?" Lirik Arka menatap Yudha.
"Belum." Singkat Yudha jutek.
"Kenapa belum?" Mengerut kening bingung.
Yudha tidak menjawab, dia memilih berjalan meninggalkan Arka
bingung sendiri, biar kapok jam karet.
"Hey kenapa pergi, kau belum menjawab pertanyaan ku
brengsek!" Teriak nya kesal ucapannya di anggap angin lewat.
Yudha sengaja melakukan, biar Arka dapat merasakan kesal
seperti dirinya berjam-jam menunggu. Namun cara pembalasan berbeda jika Arka
melakukan dengan menyuruh nya menunggu, Yudha membalas dengan tidak menjawab
pertanyaan Arka setelah di beri pancingan penasaran.
Kini Arka dan Yudha telah berada di dalam jet pribadi milik
keluarga Dirgantara. Yudha sejak semalam masuk ke kamar Arka ingin membicarakan
sesuatu yang penting, tapi dirinya tidak ingat dengan hal yang akan di
bicarakan, hingga batal. Dan kini juga hal tersebut kembali terulang. Pagi
Yudha kembali ingat, tapi kembali lupa saat kesal menunggu Arka.
Yudha mengutuk kesal otak nya, kenapa bisa pikun di usia
muda. Arka menoleh terdiam nya Yudha tak seperti biasa, membuka suara."Apa
ada yang kau pikirkan?"
"Iya, tapi aku lupa."
"Lupa?" Ulang Arka menatap aneh bingung maksud
Yudha, lupa bagaimana.
Di kediaman Dirgantara Aqila sudah bergabung bersama Papa
dan Mama menyantap sarapan pagi bersama, seperti biasa di hari sebelumnya hanya
bertiga tanpa kehadiran Arka.
"Sayang, jangan dulu pergi tunggu sampai Arka tiba di
rumah ini, Mama mohon sekali ini saja turuti permintaan kecil dari Papa dan
Mama." Ucap nya penuh harap.
Aqila tidak tega menolak permintaan kecil ini, jika di
pikirkan tidak ada salah menunggu sampai Arka tiba. Bahkan lebih baik jika
langsung memberi surat gugatan pada orangnya tanpa lewat perantara.
"Baiklah Qila akan menunggu sampai Arka tiba, Tapi
jangan meminta lebih dari ini karena Qila tidak bisa mengabulkannya." Kata
Aqila yang di angguk paham kedua mertuanya..……(Bersambung Bab 49 )
Posting Komentar untuk "Bab 48 Pernikahan Di Atas Kertas "