Bab 23 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 23

Art tersebut merasa tidak enak membuat majikan nya kaget,
niat awal hanya ingin menyadarkan memberitahu makanan sudah tersaji kan.
"Maaf Nyonya tadi bibi sudah memanggil tapi tidak ada
balasan." Kata Art tersebut menunduk.
"Tidak apa-apa ini juga salah saya, Bibi gak usah takut
gitu." Balas Aqila tidak enak melihat wajah ketakutan Art tersebut.
Setelah selesei menyantap sarapan pagi, Aqila segera
berangkat kerja, dia malas berada lama di mansion ini, karena itu akan mengubah
mood nya menjadi hancur jika bertemu sama Arka.
"Bi saya pamit dulu yah. Assalamu'alaikum." Salam
Aqila.
5 menit kepergian Aqila, Arka turun dari lantai atas kamar
menuju meja makan untuk sarapan.
Hari ini dia ada meeting penting sama klien yang baru
beberapa tahun membuka perusahaan yang kini sudah berkembang pesat namun masih
berada di bawah Perusahaan Arka.
"Bi hari ini saya hanya ingin sarapan roti coklat
toping keju dan jus jeruk saja." Perintah Arka segera di kerjaan Art.
Arka menoleh kiri kanan setiap sudut mansion, entah kenapa
dirinya merasa sesuatu yang mengganjal di hati, namun tidak dia ketahui apa
itu.
Arka merasa kejadian semalam tidak pernah terjadi, mengingat
betapa sadis nya Arka kepada Aqila. Hal tersebut tidak membuat dirinya merasa
terbebani ataupun bersalah. Dia berpikir Aqila pantas mendapatkan semua itu.
Menikmati hidangan pagi dengan roti coklat tabur keju dan
jus jeruk cukup memberi stamina kepada Arka berangkat kerja.
Arka sekali pun tidak menanyai Aqila. Tidak peduli bercampur
rasa benci menjadi satu. Enggan menyebut atau membahas sudah di kunci mati
mulut nya untuk tidak berkata sepatah pun.
"Bi, Papa dan Mama hari ini pulang, saya harap jangan
menceritakan semua yang terjadi selama ini. Dan satu lagi segera pindahkan
barang Aqila di kamar saya, jangan sampai ada tersisa! saya tidak ingin mereka
tau." Jelas Arka mengingatkan Art untuk tidak ceroboh. Dia tidak ingin
orang tua nya tau kisah rumah tangga yang hancur lebur tak tersisa bagai biji
kopi yang di giling menjadi butiran debu halus.
"Baik Tuan." Jawab Art mengiyakan perintah Arka.
"Kalau Papa dan Mama tanya kenapa Aqila bekerja, Bibi
jawab saja Aqila kesepian sendiri di mansion dan saya juga sudah mengizinkan
untuk bekerja." Ucap lagi Arka.
"Baik Tuan, apa ada lagi yang ingin Tuan sampaikan
untuk berjaga jika Tuan dan nyonya besar bertanya kepada saya?" Tanya Art
tersebut memberanikan diri, dia takut jika salah berkata jika Tuan dan nyonya
besar menanyai hal diluar penjelasan Tuan Muda nya.
"Bibi diam saja tidak usah menjawab." Jawab Arka
enteng.
🌿🌺🌿
Menunggu bis penuh, Aqila semakin merasakan senut-senut di
kepalanya. Panas Jakarta menyengat, apalagi di bis kota yang kemudian penuh sesak.
Seperti lagu yang sering dinyanyikan pengamen di atasnya, bis kota menjadi
miring ke kiri oleh sesaknya penumpang. Anak sekolahan yang duduk di sebelahnya
saja tak henti mengipas-ngipaskan majalah untuk mengusir gerah. Apalagi dia
yang sekarang duduk paling pojok menutup banyak celah udara masuk.
Salah satu cara menguranginya, dibukanya jendela bis
lebar-lebar. Lumayan, angin yang berlarian di luar menerobos masuk dan sedikit
membuatnya tak terlalu kegerahan.
Melaju membelah Jakarta di pagi hari, pikiran Aqila tak
henti berbincang. Seandainya saja tidak sedang dalam keadaan terjepit seperti
sekarang, mungkin akan sangat menyenangkan bisa jalan-jalan di Pasar Blauran
yang terkenal dengan jajanan pasarnya, ke Tugu Pahlawan yang dekat dengan Pasar
Turi dan bekas Hotel Oranye yang terkenal dengan sejarahnya, atau Tanjungan
yang menjadi populer dengan lagunya itu. Bahkan sudah seperti kewajiban, belum
bisa di katakan ke sana kalau belum menginjak Tunjungan.
Menghela nafas, Aqila semakin gundah. Pikiran nya kembali ke
bumi, pada keadaannya saat ini. Bagaimana caranya terbebas dari pernikahan
tanpa cinta melainkan penuh benci? Meminta bantuan pada orang, bagaimana bisa
mereka membantu?.
30 menit memutari kota Jakarta akhirnya tiba, Aqila segera
keluar berjalan memasuki area kantor. Seperti biasa Aqila tidak memperdulikan
mereka yang terus memperhatikan dia, sekilas seperti melihat artis bahkan model
yang sedang lewat.
"Huh akhir tiba juga." Banting Aqila menjatuhkan
bokong pada kursi kerja nya.
Aqila lebih nyaman berada di sini dari pada Mansion Arka,
Jika boleh memilih Aqila lebih memilih nginep di sini dengan tumpukan kerjaan
dari pada harus pulang di mansion penuh penderitaan lebih tepat di sebut
Neraka.
"Hay Qila." Sapa Dewi baru datang menghampiri Qila
duduk termenung memandang arah jendela.
"Hay juga Wi." Sapa Balik Aqila mendongak menatap
Dewi.
"Bagaimana keadaan kamu? apa sekarang sudah lebih
baik?" Tanya Dewi masih khawatir dengan kondisi kesehatan Qila.
"Seperti yang kamu lihat, aku sudah lebih baik dari
sebelum nya, bahkan aku merasa sangat baik jika berada di sini dari pada di
mansion." Kata Aqila tanpa sadar mengeluarkan keluh kesahnya bosan berada
di Neraka.
"Maksud kamu gimana? lebih nyaman di kantor dari pada
mansion sendiri?" Tanya Dewi kaget, baru sekali ini dia mendengar ada
orang tidak nyaman berada di mansion sendiri. Bahkan lebih nyaman di tempat
kerja, dimana banyak orang tidak nyaman bahkan berharap segera pulang dari
siksaan tumpukan kerjaan di kantor.
Dewi merasa Aqila adalah wanita aneh dan istimewa di muka
bumi ini. wanita langkah dengan pikiran yang tidak di miliki banyak wanita di
luar sana. Sempat berpikir jika Aqila ini bukan tamatan SMA, kecerdasan Aqila
membuat banyak orang yang mengenal nya menjadi ragu.
"Tidak! Lupakan saja, kamu kesini ngapain?" Tanya
Aqila mengalihkan topik pembicaraan.
"Kebiasaan deh kamu suka ngalih kan pembicaraan."
Kesal Dewi belum mendapat jawaban dari perkataan Aqila.
"Iya iya maaf, kita lupakan saja, kamu kesini ada
keperluan apa sayang?" Tanya Aqila lagi sopan, lembut dengan penuh
senyuman.
"Gak usah begitu Qila, Aku masih normal gak bakal
tergoda sama kamu." Ucap Dewi lalu tertawa.
Aqila juga tidak bisa menahan tawa mendengar perkataan Dewi,
akhirnya dia pun tertawa. Mereka berdua tertawa bersama melepas perasaan sakit,
mengisi kebahagiaan meski sebentar, tetapi pernah mereka rasakan.
Tanpa sengaja Farel melewati ruang kerja Aqila, dia melihat
tawa lepas Aqila, senyum manis mengembang tidak hilang dari bibir cantik nya
itu. Mendadak muncul perasaan bahagia di hati Farel melihat senyum lepas Aqila.
"Kenapa aku sangat bahagia melihat senyuman itu."
Batin Farel..……(Bersambung bab 24 )
Penutup
Bagaimana? apakah anda penasaran dengan kelanjutan
ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab
selanjut nya yaitu Bab 24 Novel Pernikahan Di Atas Kertas
Posting Komentar untuk "Bab 23 Pernikahan Di Atas Kertas "