Bab 15 Pernikahan Di Atas Kertas
Novel berjudul Pernikahan Di Atas Kertas adalah sebuah novel yang bergenre romantis banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya.
Teman – teman pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali
ini saya akan memperkenalkan dan memberikan novel Pernikahan Di Atas Kertas,
Kami yakin anda pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel
berikut ini
Novel Pernikahan Di Atas Kertas Bab 15
Aqila masih saja menangis hingga ia tertidur, terlihat jelas
raut wajah nya sangat kusut. Aqila kecapean terus menangis tanpa sadar terjatuh
juga di alam mimpi.
Tempat tidur nya masih sama seperti tadi berantakan penuh
bercak darah karena pertempuran permainan ranjang.
Tidur nya tanpa di selimuti dengan kedua kaki tengkurap,
rambut berantakan meski sudah mandi tidak membuat Aqila kembali rapi seperti
semula.
Arka mengetuk pintu berulang kali namun tak mendapat jawaban
dari dalam, hingga ia memutuskan untuk masuk karena rasa penasaran nya lebih
besar dari pada sabar.
Betapa kaget nya ia melihat Aqila sudah tidur, sejak tadi ia
sudah menunggu lama ternyata orang yang di tunggu lagi enak tidur. Di kira
pembantu atau satpam menunggu terus.
Arka makin kesal jika tau begini mending tidak usah tunggu,
ia berjalan mendekati Aqila lebih dekat dan terlihat jelas mata sembab dan
bengkak Aqila di ujung mata akibat tangisan, entah sudah berapa lama Aqila menangis
ia tidak tau.
"Berapa lama dia menangis, kenapa bisa begini, apa dia
sangat tersiksa atau hanya sandiwara untuk mendapat simpati ku?" Gumam
Arka menatap Aqila.
Ada perasaan tidak tega melihat Aqila seperti ini, tapi Arka
masih saja gengsi dengan dirinya sendiri.
"Tidak, ini tidak boleh terjadi aku harus bisa tidak
boleh hanya begini langsung lulu, bisa saja semua ini rencana nya." Bantah
Arka pada batin nya sendiri.
Sebelum balik ke meja makan Arka menutupi tubuh Aqila dengan
selimut agar tidak kedinginan.
Di meja makan Arka masih saja kepikiran dengan kondisi Aqila
tadi, pikiran nya terus bercabang apa benar yang di lihat tadi kenyataan atau
sandiwara semata dari Aqila.
Tidak ingin banyak berasumsi Arka mulai menyantap makan
malam meski pikiran nya masih tetap sama.
Setelah selesei Arka kembali masuk ke kamar nya dan
menduduki bokong nya pada kursi balkon melihat pemandangan malam indah nya
awan.
"Hufft, kenapa dengan diriku?" Bingung Arka
mengacak frustasi rambut nya." Apa dia benaran down atau bersandiwara,
kenapa susah membedakan nyata dan palsu jika sudah terbiasa dengan dunia
bohong."
Terus mendumel pikiran Arka kembali ingat pada saat ia
mengambil kesucian Aqila secara paksa."Ternyata dia masih perawan jadi aku
orang pertama menyentuhnya. Kenapa aku sangat menyukai." Gumam Arka
memandang terang awan langit.
"Aku pikir apa sih gak boleh menyukai tubuh nya, itu
hanya peringatan bukan lebih jadi stop berharap untuk menyentuhnya lagi."
Ucap Arka mengingat dirinya sendiri.
Pagi hari secerah matahari bersinar tetapi tidak dengan
suasana hati Aqila masih down merasa jijik dengan tubuh nya. Ia bangun
membersihkan diri dan mengenakan pakaian kerja untuk berangkat sekarang. Ia
tidak ingin melihat wajah pria yang sudah mengambil harta berharga yang sangat
ia jaga.
Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi Aqila berpamitan
pada Art tanpa menyentuh makanan yang sudah di sajikan di meja makan.
"Bi, saya berangkat dulu yah. Assalamu'alaikum."
Salam Aqila pamit.
"Walaikumsalam." Sahut Art memandang kepergian
istri dari majikan nya sangat lesuh.
Terlihat jelas mata nya sembab sedikit bengkak, Art yang
melihat itu yakin jika ini pasti berkaitan dengan Tuan Arka. Bagaimana tidak
selama menikah hanya Arka yang selalu menyakiti Aqila tanpa kasihan.
"Nyonya yang sabar, bibi yakin nyonya bisa hadapi ini
meski harus melalui leka liku batu terjang, karena nyonya wanita pemberani dan
kuat mungkin saja kalau bibi jadi nyonya sudah menyerah dari awal dengan
perlakuan Tuan. " Gumam Art tersebut kembali lanjut mengerjakan tugas nya.
Satu jam kemudian Arka turun dari kamar sebelum berangkat ke
kantor ia terbiasa sarapan pagi meski hanya susu putih dan roti coklat bertabur
toping selai stobery.
"Bi dimana Aqila?" Tanya Arka belum melihat Aqila
sejak tadi.
"Nyonya Aqila sudah berangkat sejak pagi tadi
Tuan." Sahut Art tersebut kembali menunduk setelah menjawab.
"Sejak pagi?" Kaget Arka kesal bisa-bisa nya Aqila
keluar tanpa pamit pada nya, bagaimana juga sekarang ia suami nya." Apa
Aqila ada titip pesan atau apa gitu dan apa Aqila sudah sarapan?" Tanya
Arka, bagaimana bisa sekarang ia jadi perhatian sama Aqila.
"Tidak ada Tuan. Nyonya Aqila langsung pergi tanpa
sarapan." Jawab Art tersebut lagi.
"Dasar wanita gila bisa-bisa nya pergi tanpa sarapan
awas kalau kamu merepotkan, bahkan aku beri pelajaran." Gumam Arka masih
bisa di dengar Art.
"Yah sudah bibi bisa lanjutkan kerja nya."
Perintah Arka lalu menyantap sarapan pagi sebelum berangkat kantor.
Di kantor Aqila baru tiba dengan angkutan umum yang biasa ia
gunakan apa lagi kalau bukan angkot. Aqila tidak malu menggunakan angkutan umum
untuk berangkat ke tempat kerja super duper mewah mungkin pekerja di sini dari
keluarga berada semua tidak seperti diri nya, bahkan setelah menikah orang tua
nya tidak ingin menghubunginya lagi untuk menanyai kabar atau apa lainnya.
Aqila sadar ia tidak bisa mengharap lebih apapun karena ia
hanya anak angkat bukan anak kandung, meski sudah di rawat dan di besarkan
tidak akan merubah apapun dalam hidup nya mereka tidak menyayangi Aqila.
Mereka hanya membutuhkan tenaga Aqila untuk membantu ekonomi
keluarga. Aqila hanya bisa menurut bagaimana juga mereka sudah berjasa meski
tidak ada kasih sayang.
"Pagi Pak, Bu." Sapa Aqila memasuki kantor, semua
karyawan menatap sinis Aqila merasa Aqila tidak pantas bekerja di perusahaan
ini.
Tidak ada satu balasan sapaan Aqila dari mereka, tetapi hal
itu tidak membuat Aqila sedih ia sadar dirinya siapa.
"Pagi Qila." Sapa Dewi baru tiba di kantor.
"Pagi juga Dewi, baru tiba kamu?" Tanya Aqila.
"Iya aku baru tiba kamu juga, kan?" Menautkan
kedua alis dengan tersenyum.
"Iya nih aku baru tiba nih." Senyum Aqila.
"Qila mata kamu kenapa bengkak apa kamu menangis?"
Tanya Dewi baru sadar melihat mata Aqila bengkak.
"Tidak kok, kemarin aku iris bawang gak sengaja kena
mata jadi menangis akhirnya begini deh." Jawab Aqila berbohong.
"Owh gitu kirain kamu menangis." Angguk Dewi
percaya.
"Yah sudah sekarang kita masuk yuk." Ajak Aqila
pada Dewi.
Di ruang kerja Aqila di sibuk kan dengan tumpukan berkas
yang harus ia kerjakan hari ini juga, bahkan tidak ada waktu Aqila mengingat
kejadian kemarin menimpah nya..……(Bersambung bab 16 )
Penutup
Bagaimana? apakah anda penasaran dengan kelanjutan
ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab
selanjut nya yaitu Bab 16 Novel Pernikahan Di Atas Kertas
Posting Komentar untuk "Bab 15 Pernikahan Di Atas Kertas "